Sambar.id, Opini - Dalam pemilihan Calon Bupati/Wakil Bupati yang sebentar lagi akan terlaksana melalui mekanisme demokrasi, tentu menjadi sentral perhatian publik dalam penyelenggaraannya.
Pemilihan yang melalui mekanisme demokrasi tersebut, ada beberapa hal yang kemudian perlu diperhatikan sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang tentang Netralitas Aparatur Pemerintahan Desa.
Aparatur desa dalam pemilihan kepala daerah, akan menjadi incaran para kontestan politik daerah, sebab desa dikenal sebagai lumbung suara yang bisa saja aparatur desa digunakan sebagai kaki tangan dari Calon Bupati/Wakil Bupati.
Terlepas dari motif apapun, belum lama ini ada isu hangat tentang pertemuan antara ketua partai dan beberapa kepala desa yang ada di Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Pada pertemuan tersebut, sangat memungkinkan aparat desa terlibat kampanye politik.
Untuk menghindari isu tidak netralnya aparatur desa sebaiknya menjauhkan diri dari politisi atau ketua partai yang memiliki potensi untuk maju dalam perhelatan politik 2024 pada tingkat kabupaten yang tidak lama lagi akan terlaksana.
Harapan saya sebagai Dewan Komando Garda yang juga masyarakat Buton tengah, agar para kepala desa tetap berada pada netralitasnya sebagai aparatur desa, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang, baik Undang-Undang Desa atau Undang-Undang Pemilu.
Hal ini yang kemudian perlu menjadi perhatikan khusus kita bersama, terkhusus lagi oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini BAWASLU.
Sebab titik kerawanan dari pada aparatur desa yang ketika diketahui kebenarannya benar-benar terlibat dalam kampanye politik Calon Bupati/Wakil Bupati tentu akan melanggar Pasal 30 dan 52 dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014.
Selain itu juga melanggar Pasal 490 dalam Undang-Udang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, dan juga akan diberikan sanksi administrasi dan sanksi pidana sebagaimana keberlakuan Undang-Undang.
Saya sebagai Dewan Komando Garda Butemg sangat berharap kepada pihak Penyelenggara Pemilu, ketika ada aparatur desa yang coba bermain-main atau terlibat dalam kampanye politik harus disikapi dengan tegas, sebagaimana Undang-Undang yang berlaku, yang secara spesifik membahas juga menekankan tentang Netralitas Aparatur Desa dan jajarannya yang dilarang keras terlibat dalam ruang-ruang politik.
Tentunya tak lupa pula saya sampaikan kepada pihak Penyelenggara Pemilu, agar tetap berada pada sikap profesionalismenya, sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Kepemiluan.
Hukum harus ditegakkan pada mereka yang melanggar, sebagaimana harus dan mestinya keberlakuan hukum itu sendiri. (*)