SAMBAR.ID, Palu, Sulteng - Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Ansor Pusat M.Syarif Latadano meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Muliyani menghitung ulang kelayakan dana bagi hasil (DBH) untuk provinsi Sulawesi Tengah.
"Sebagai wakil Sekretaris Jendral Pengurus Pusat Ansor, Korwil Sulteng - Sulbar, Saya merasa perlu memberikan Apresiasi bagi ke uletan sang Gubernur baru Sulteng, H.Drs Anwar Hafid, "tulis politisi DPW PPP Sulteng itu via chat di Whatsappnya Rabu malam (30/4/2025).
Menurutnya memang selama ini, DBH sulteng itu sangat menyakitkan bagi rakyat kita.
"Oleh sebab itu kiranya menteri keuangan (Menkeu) Ibu Sri Muliyani bisa menghitung ulang berapa kelayakan yang adil dan seharusnya sulteng dapat dari DBH.
Lanjut Syarif bagaimana mungkin daerah penyumbang ke 3 terbesar Indonesia terhadap pendapatan dan merupakan daerah kaya. Lalu diberi hanya Rp, 200 miliyar. Inikan sesuatu yang aneh.
Sebelumnya Gubernur Sulteng Dr.Anwar Hafid, M.Si dihadapan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI mengeluhkan ketidakadilan pembagian dana bagi hasil (DBH) yang hanya Rp. 200 miliyar pertahun.
"Padahal kontribusi Sulteng dari sektor pertambangan sebesar Rp, 570 triliun," kata Gubernur Anwar Hafid mengutip pernyataan Presiden Prabowo Subianto.
Penegasan Gubernur Anwar Hafid itu sebelumnya telah mendapat apresiasi dukungan dari akademisi kebijakan publik Universitas Tadulako (Untad) Prof.Dr.Slamet Riyadi Cante, M.Si.
"Penegasan gubernur tentang DBH patut diapresiasi dan didukung, sebab kebijakan tentang DBH saat ini tidak adil dari Rp, 570 triliun dana dari Sulteng yang bersumber dari industri tambang, pemprov hanya mendapatkan Rp. 200 Miliar, "tulis pengamat kebijakan publik dan Politik itu Rabu (30/4/2025) Via pesan whatsAppnya kepada media ini.
Menurutnya, oleh karena itu, komisi II DPR RI perlu melakukan penekanan kepada pemerintah pusat merealisasikan usulan Gubernur Sulteng Anwar Hafid itu.
Prof. Slamet mengatakan secara realitas kerusakan lingkungan dan terjadinya bencana banjir, salah satu sumbernya dari pengelolaan industri tambang yang abai terhadap Maslah lingkungan.
Hal senada juga ditegaskan oleh anggota DPRD Sulteng Muhammad Safri via aplikasi whatsAppnya Rabu (30/4/2025).
Kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Morowali Utara (Moru) itu, soal pembagian dana transfer pusat ke daerah atau Dana Bagi Hasil (DBH) sangat tidak adil.
"Sungguh sangat menyedihkan DBH yang kita terima hanya Rp200 miliar dari Rp570 triliun hasil pajak industri smelter yang ada di Sulteng,"tegas anggota DPRD Sulteng Daerah Pemilihan Morut dan Morowali itu.
Kata Dia, hal ini tidak sebanding dengan kerusakan ekologis dan konflik sosial yang terjadi.
"DBH tersebut bahkan tidak cukup untuk menutupi biaya pemulihan kerusakan lingkungan dan dampak sosialnya,"ungkapnya.
Sekretaris Komisi III ini berharap ke depan ada perubahan regulasi terkait dengan tugas dan wewenang gubernur yang lebih luas serta pemerintah daerah diberi ruang untuk terlibat dalam pengelolaan dan pengawasan khususnya di sektor pertambangan.
Apresiasi yang sama juga dikatakan politisi PDIP Sulteng Idrus Haddado, SH.
"Kita perlu mendukung dan mengapresiasi perjuangan Gubernur Anwar Hafid untuk meningkatkan pendapan asli daerah (PAD) dari Sektor pertambangan,"ujar Idrus disalah satu warkop di Palu Rabu siang (30/4-2025).
Untuk di ketahui PNBP logam atau penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari sektor pertambangan logam dan MBLB (Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan) adalah pajak daerah yang dikenakan atas pengambilan dan pemanfaatan mineral bukan logam dan batuan realisasi sebesar Rp, 2,8 triliun pada 2023.
Sedangkan realisasi tahun 2024, PNBP logam dan MBLB sebesar Rp, 2,5 triliun. Kontribusi PNBP sebesar Rp, 2,8 itu, DBH provinsi sulteng hanya kurang lebih Rp, 200 San miliyar saja. ***