HMI Maros Deklarasikan Darurat Hukum, Desak Kapolres Bertindak Tegas

Sambar.id, Maros, Sulsel -  Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Butta Salewangang Maros menyatakan kondisi Kabupaten Maros tengah berada dalam situasi darurat hukum dan krisis kepercayaan terhadap aparat penegak hukum.

Pernyataan ini disampaikan dalam sikap resmi organisasi menyusul berbagai persoalan hukum, sosial, dan tata kelola pemerintahan yang dinilai semakin memburuk.

Dalam pernyataan tersebut, HMI menyoroti maraknya kejahatan jalanan, lemahnya tindakan preventif dari pihak kepolisian, serta dugaan penyimpangan penggunaan dana desa oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (ABDESI) yang bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Namun lebih dari itu, situasi semakin memanas setelah salah satu kader HMI, Miftahul Chair menjadi korban tindak kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian Resor Maros. 

Insiden terjadi setelah Miftahul secara terbuka menyampaikan kritik terhadap kegiatan penyuluhan hukum yang digelar di Hotel Gammara Makassar pada 19–21 Mei 2025 lalu.

"Pemukulan terhadap saudara Miftahul Chair oleh oknum kepolisian adalah bentuk brutalitas aparat yang tidak bisa ditoleransi. Ini merupakan serangan langsung terhadap kebebasan berpendapat dan eksistensi gerakan mahasiswa,” tegas Hasruli Ketua Bidang HAM dan Lingkungan Hidup HMI Cabang Butta Salewangang Maros dalam keterangannya.

HMI menyatakan bahwa tindakan kekerasan tersebut merupakan bagian dari pola represif yang semakin sering terjadi terhadap elemen sipil yang bersuara kritis terhadap kekuasaan.

Selain itu, HMI juga mengkritik keras dugaan penyimpangan anggaran desa untuk pembiayaan kegiatan penyuluhan hukum. Kegiatan yang melibatkan 4 orang per desa dengan biaya registrasi sebesar Rp4.500.000 per orang dari sekitar 80 desa tersebut dinilai tidak transparan dan tidak memberi manfaat riil bagi masyarakat desa.

HMI menilai kegiatan ini justru sarat kepentingan elit, dan mencurigai adanya kerjasama tak sehat antara ABDESI dan pihak Polres Maros. Dana yang seharusnya diperuntukkan bagi pembangunan dan kesejahteraan warga desa justru digunakan untuk agenda yang meragukan manfaatnya.

Sejumlah tuntutan resmi disampaikan oleh HMI Maros sebagai berikut:

  1. Mendesak Polres Maros untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam konstitusi untuk menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat.
  2. Membentuk tim khusus yang fokus mengatasi kejahatan jalanan di wilayah-wilayah rawan.
  3. Memberikan klarifikasi terbuka atas dugaan keterlibatan Polres Maros dalam kegiatan penyuluhan hukum bersama ABDESI.
  4. Menertibkan aktivitas usaha ilegal di sektor pertambangan, distribusi rokok ilegal, dan penimbunan solar bersubsidi.
  5. Mengusut dan menindak tegas pelaku pemukulan terhadap Miftahul Chair serta meminta pertanggungjawaban institusi Polres Maros secara terbuka.

Sebagai bentuk ultimatum, HMI menyatakan bahwa jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka Kapolres Maros sepatutnya dicopot dari jabatannya atau menyatakan mundur secara terhormat.


Pernyataan sikap ini menegaskan bahwa mahasiswa tidak akan tinggal diam melihat pembiaran hukum dan kekerasan terhadap warganya. 


HMI menyatakan siap menggalang aksi lebih besar untuk menuntut keadilan dan membela masyarakat Maros dari segala bentuk penindasan dan ketidakadilan.

 (Alif)

Lebih baru Lebih lama