Existensil Leadership Centre Luncurkan Gerakan “Satu Rumah Tiga Tanaman Pangan”


Oleh Ketua Satu Rumah Tiga Tanaman Pangan, Edi Setiawan, S.E/F-Doc Pribadi.


Menjawab Ancaman Krisis Pangan dari Akar Rumput


SAMBAR.ID, Opini, Jakarta, 9 Juli 2025 - Di tengah ancaman krisis iklim dan ketergantungan pangan impor, Existensil Leadership Centre (ELC) meluncurkan gerakan “Satu Rumah Tiga Tanaman Pangan”, sebuah inisiatif ekologis yang bertujuan membangun kedaulatan pangan dari rumah tangga, dengan pendekatan kepemimpinan hijau berbasis komunitas.


Gerakan ini mendorong setiap rumah di Indonesia untuk menanam tiga jenis tanaman pangan local sayur cepat panen, umbi lokal, dan rempah keluarga di halaman, balkon apartemen, atau pot sederhana. 


Dengan slogan “Kedaulatan pangan dimulai dari halaman sendiri”, ELC ingin menyuarakan bahwa krisis pangan global tidak bisa dihadapi hanya dengan kebijakan makro, tetapi harus dimulai dari perubahan pola hidup warga.


Peluncuran gerakan ini merupakan tindak lanjut dari riset internal yang dilakukan oleh tim R&D Existensil Leadership Centre pada kuartal pertama 2025. Riset ini melibatkan responden dari 12 kota/kabupaten di Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan, dengan fokus pada rumah tangga urban dan semi-urban.


“Kami menemukan bahwa 7 dari 10 rumah tangga sebenarnya memiliki keinginan menanam, tapi belum tahu mulai dari mana. Ini adalah peluang besar untuk membangun kepemimpinan ekologis dari bawah,” ujar Head of Research and Development ELC Edi Setiawan yang biasa disapa Awan.


Hasil Polling Tambahan yang dilakukan terhadap enam responden dari berbagai kota seperti Padang, Pematangsiantar, Simalungun, Depok, Surakarta, dan Semarang juga menguatkan temuan riset ini. 


Ada Beberapa temuan penting yang meliputi:


66,7% responden adalah perempuan, menunjukkan potensi kuat dari peran ibu rumah tangga dan perempuan dalam gerakan ini.


Semua responden pernah menanam tanaman pangan di rumah, dengan 50% melakukannya secara rutin.


66,7% sangat tertarik mengikuti pelatihan menanam 3 tanaman pangan.


50% memiliki lahan yang cukup, sisanya memiliki ruang terbatas, namun tetap antusias.


Tantangan utama yang dihadapi warga meliputi keterbatasan waktu (50%), akses bibit/media tanam (33,3%), dan kurangnya pengetahuan teknis (33,3%).


4 dari 6 responden menyatakan siap mengajak komunitas mereka berkolaborasi dalam gerakan ini.


“Kami melihat optimisme warga sangat tinggi. Mereka siap belajar, siap menanam, dan bahkan siap menyumbang pot bekas, bibit, atau karya seni. Ini bukan sekadar gerakan tanam, ini adalah gerakan membangun solidaritas,” tambah Edi.


Gerakan ini mengadopsi model pembiayaan partisipatif dan kreatif, di antaranya:


Donasi paket bibit (Adopsi Pangan Masa Depan) Penjualan karya seni tematik Event publik “Tanam Bareng, Panen Solidaritas”


Kemitraan dengan CSR dan pemerintah lokal ELC menargetkan 1.000 rumah tangga penerima manfaat di tahun pertama, dengan distribusi awal di 10 wilayah riset. 


Program ini juga akan dilengkapi dengan pelatihan daring, pendampingan komunitas, dan sistem pelaporan digital berbasis warga. Existensil Leadership Centre mengundang berbagai pemangku kepentingan—pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil (CSO), komunitas perempuan, hingga perusahaan swasta—untuk turut serta dalam gerakan ini.


“Menanam bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga soal memimpin. Kami ingin mengembalikan harapan dan kedaulatan pangan ke tangan warga,” tutup Edi.***

Lebih baru Lebih lama