Sinjai Bingung Bupati Bungkam Rakyat Merana, Pemuda Sinbar Siap Turunkan Massa Tolak Rencana Tambang PT Trinusa


Sambar.id, Sinjai, Sulsel — Penolakan publik terhadap rencana eksplorasi tambang emas PT Trinusa Resources di Kabupaten Sinjai semakin keras menggema. Rabu (19/11/2025


Ketika keresahan warga kian membesar, Bupati Sinjai tetap bungkam, membuat publik bertanya-tanya: di mana posisi pemerintah daerah ketika rakyat gelisah?

Baca juga: Sidang Lanjutan Kasus Korupsi PT. Timah, Wartawan Sambar id Kembali Jadi Saksi di PN Jakarta Pusat

Di Sinjai Barat, aktivis pemuda menyatakan kesiapan untuk mengerahkan massa apabila Bupati tidak segera bersikap tegas dan berpihak kepada masyarakat.


“Kami mendesak Bupati Sinjai berdiri di depan, bukan bersembunyi di belakang diam. Jika tak ada respons, kami siap turunkan massa besar-besaran,” tegas Ansar Daeng Makkatti.


Ancaman Tambang: Air, Hutan, dan Lahan Pertanian Terancam


Para pemuda menilai rencana eksplorasi emas berpotensi memicu kerusakan hutan, pencemaran sumber air, hingga hilangnya lahan pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Sinjai.


Bagi mereka, model pertambangan berskala besar tidak sejalan dengan karakter ekologis Sinjai yang selama ini bertumpu pada kehutanan dan pertanian.


“Gerakan ini murni untuk menjaga tanah, air, dan keselamatan rakyat. Bukan karena proyek, bukan karena jatah, bukan karena kepentingan kelompok,” ujar Ansar.


“Kami Menolak Karena Nurani, Bukan Karena Proyek”


Aktivis dan warga menegaskan bahwa penolakan mereka tidak terkait tawaran proyek, pekerjaan fisik, atau lelang.


“Nurani kami tidak bisa dibeli. Tanah, air, dan makam leluhur tidak bisa ditukar dengan proyek apa pun. Yang kami jaga bukan hanya hari ini, tetapi masa depan Sinjai seluruhnya.”


Mereka menyadari bahwa penolakan ini penuh risiko.


“Ada kekuatan besar di belakang proyek ini—entah dari institusi mana. Publik hanya mendengar dugaan, tapi kami tidak ingin berspekulasi. Yang jelas tekanannya nyata. Tapi ketika menyangkut warisan leluhur, kami tidak bisa tunduk pada rasa takut.”


Warisan Leluhur Terancam: Identitas dan Masa Depan Dipertaruhkan


Humas Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel, Dzoel SB, memperingatkan bahwa rencana tambang di 15 desa pada 4 kecamatan bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi persoalan moral dan sejarah.


“Setiap gundukan tanah dan makam leluhur adalah saksi perjalanan hidup masyarakat. Jika tambang masuk, bukan hanya tanah yang hilang—identitas, sejarah, dan masa depan generasi ikut dirampas,” ujarnya.


Dzoel mengingatkan semua pihak untuk berpikir jernih, rasional, dan waras sebelum mengambil keputusan besar.


Pertanyaan Krusial yang Tak Dijawab Pemerintah


Hingga kini banyak hal fundamental belum dijelaskan:

  1. Berapa tenaga kerja lokal yang terserap, dan berapa yang didatangkan dari luar?
  2. Berapa jumlah penduduk di 15 desa yang terdampak langsung?
  3. Siapa yang akan direlokasi dan bagaimana jaminan hidup mereka?
  4. Berapa jarak zona aman?
  5. Lahan siapa yang akan digunakan—masyarakat, adat, pemerintah, atau perusahaan?


“Warga tidak menolak investasi, tetapi menolak ketidakjelasan,” tegas Dzoel.


Bupati, Mengapa Diam?


Sikap Bupati yang tak kunjung memberikan penjelasan resmi memunculkan spekulasi dan kecemasan publik.


“Mohon maaf Bupatiku, pertanyaan rakyat sederhana: mengapa Anda diam? MUI sudah bicara, Apdesi sudah bersuara, masyarakat gelisah, tetapi pemerintah daerah seakan tak hadir.”


Ketiadaan sikap memperbesar keraguan masyarakat di tengah isu sensitif mengenai arah politik dan kepentingan tertentu.


Belajar dari Daerah Tambang Lain: Luka yang Tak Sembuh

Dzoel mengingatkan, sebelum membuka izin baru, pemerintah pusat seharusnya menata dulu masalah di daerah tambang lain:


PT Timah (babel), Halmahera Utara, Morowali, Sejumlah kabupaten di Kalimantan


“Jika kesalahan yang sama diulang, maka Sinjai hanya akan menambah daftar luka: korupsi, konflik agraria, dan kerusakan ekologis.”


Suara penolakan kembali 


Sinjai pernah bersatu menolak tambang pada 2010. Saat itu, prinsip mengalahkan kepentingan. Namun hari ini, sebagian pihak tampak lupa sejarah.


“Sejarah hanya mengingat siapa yang setia pada kebenaran. Ketika idealisme dikhianati, yang tercatat bukan kemenangan, melainkan noda.”


Warga: “Kami Tidak Menolak Pembangunan, Tapi Tolak Kehilangan Leluhur” Masyarakat menegaskan bahwa yang ditolak bukan pembangunan, tetapi risiko hilangnya:


Tanah waris, Perkampungan tua, Makam leluhur, Identitas budaya, Hak generasi masa depan "Sebelum keputusan dipaksakan, renungkan apa yang sedang dipertaruhkan.”


Transparansi, Keberpihakan, dan Pengawasan Ketat

Kode Perusahaan (doc.)

Jika pemerintah tetap membuka izin, warga menuntut: Pengawasan ketat, Transparansi penuh, Perlindungan hak masyarakat, Mitigasi ekologis yang terukur Namun masyarakat menekankan: jangan membuka lahan tambang baru. Risikonya terlalu besar bagi masa depan Sinjai.


Siapa Panutan Rakyat Sinjai Saat Ini?


Dzoel menegaskan, keputusan besar tidak boleh berdasar opini sesaat atau kepentingan kelompok. “Panutan rakyat adalah mereka yang berpihak pada kebenaran, transparansi, dan masa depan Sinjai. Bukan mereka yang bicara tanpa kepastian.”


Sinjai berada di titik krusial: menjaga tanah leluhur atau menyerah pada kepentingan jangka pendek.


Menolak tambang bukan sekadar menjaga masa lalu, tetapi mewujudkan janji kepada generasi mendatang bahwa Butta Panrita Kitta harus tetap hidup, dalam kata dan perbuatan nyata. 


Presiden Prabowo Subianto: Peringatan Tegas

Struktur pengurus PT Trinusa Resources (doc.foto)

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya memperingatkan aparat TNI dan Polri terkait praktik tambang ilegal di Indonesia. Dalam pidato kenegaraan Sidang Bersama DPR-DPD (15/8/2025), ia menegaskan:


“Apakah ada orang-orang besar, jenderal dari TNI atau polisi maupun Mantan Jenderal atau kader gerindra? Tidak ada alasan, kami akan bertindak atas nama rakyat.”


Ia juga meminta dukungan masyarakat, terutama generasi muda, untuk aktif melaporkan penyelewengan: “Kalau ada bukti pelanggaran, segera siarkan! Jangan terima penyelewengan.”


Pesan Presiden Dijalankan, Kini Menunggu Tindak Lanjut


Dzoel SB menegaskan bahwa amanat Presiden sudah dijalankan: “Pesan Bapak Presiden sudah kami jalankan. Kami sudah melaporkan. Kini kami menunggu tindakan dari Bapak Presiden.”


Terkait isu dugaan keterlibatan seorang jenderal dalam persoalan di Sinjai, Dzoel menekankan: “Kami tidak menebak-nebak. Tugas kami melapor, tugas negara menindaklanjuti.”


Sinjai kini berdiri di persimpangan sejarah: 


Antara mempertahankan tanah, air, dan makam leluhur, atau menyerah pada kepentingan jangka pendek. Suara rakyat telah lantang, peringatan Presiden Prabowo sudah dijalankan, dan generasi muda bersiap menjaga masa depan. 


Keputusan hari ini bukan sekadar soal izin tambang—tetapi tentang siapa yang berpihak pada kebenaran, siapa yang menegakkan keadilan, dan siapa yang akan dicatat sejarah sebagai pelindung Butta Panrita Kitta. (*)


Lebih baru Lebih lama