Sambar.id, Pontianak Kalbar || Maraknya pemberitaan tentang dugaan gudang penimbunan dan distribusi oli ilegal di wilayah hukum Polda Kalbar, tepatnya di Sungai Raya, Kubu Raya, memicu reaksi keras publik. Penegakan hukum yang dianggap lamban dan tidak transparan berpotensi meruntuhkan kepercayaan masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat kebijakan publik dan pakar hukum, kepada awak media pada 11 Juni 2025.
Menurut Dr. Herman, publik wajar mempertanyakan kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam menindaklanjuti temuan media terkait oli oplosan dan barang ilegal lainnya. “Kegagalan kepolisian memberikan respons yang memadai dapat mengesankan adanya impunitas hukum. Publik berhak tahu sejauh mana proses hukum ini berjalan,” tegasnya.
Dalam konteks hukum, dugaan aktivitas ilegal berupa penimbunan dan distribusi oli oplosan bukan hanya melanggar hukum ekonomi, tetapi juga menimbulkan potensi kerugian negara dari sisi pajak dan izin. Tidak hanya itu, aktivitas ini juga berdampak pada kualitas barang yang beredar di masyarakat, menimbulkan kerugian bagi konsumen, serta membahayakan keselamatan pengguna kendaraan.
Merujuk pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian memiliki tugas pokok menegakkan hukum, memelihara keamanan, dan menjaga ketertiban masyarakat. “Ketika ada temuan ilegal berskala besar, tindakan tegas dan transparan adalah keharusan, bukan pilihan,” ujar Dr. Herman.
Kekhawatiran Publik dan Dugaan Intervensi Lambannya tindakan APH atas temuan ini menimbulkan pertanyaan di publik. “Apakah ada indikasi oknum yang terlibat atau justru membekingi kegiatan ilegal tersebut? Ketika tidak ada kejelasan, publik berhak curiga,” kata Dr. Herman. Ia menambahkan, publik menuntut adanya tindakan nyata, mulai dari penggerebekan, penyitaan, hingga penetapan tersangka.
Senada, seorang pengamat hukum ekonomi nasional dan pengamat perdagangan ilegal internasional yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa lemahnya penegakan hukum kerap hanya menimpa masyarakat kecil. Sementara para pelaku bisnis ilegal kerap dibiarkan “subur makmur”.
Publik berharap kepolisian, khususnya jajaran Polda Kalbar dan Polres Kubu Raya, segera memberikan kejelasan status hukum kasus ini. “Ketidakpastian hukum hanya menciptakan ruang bagi spekulasi liar dan rasa ketidakadilan,” lanjut Dr. Herman.
Dalam situasi ini, prinsip transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. “Publik tidak ingin kasus ini hanya ‘dipeti-eskan’. Publik menuntut komitmen nyata untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” pungkas Dr. Herman.
Sumber: Dr. Herman Hofi Munawar Pengamat Kebijakan Publik dan Pakar Hukum