Peristiwa penganiayaan tersebut terjadi pada 28 Oktober 2024 di Pelabuhan Sepeda Motor Alor Kecil. Akibat perselisihan soal pembagian upah bongkar muat, Lanusu memukul korban, Maruf Mudiluang, hingga mengalami luka-luka di bagian dahi dan mata kanan. Hasil visum dari Puskesmas Kokar mengkonfirmasi adanya luka akibat kekerasan benda tumpul.
Kejaksaan Negeri Alor, di bawah pimpinan Devi Love M. Oktario Hutapea, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui RJ. Setelah tercapai kesepakatan damai antara tersangka dan korban, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ dan mengajukannya ke JAM-Pidum.
Selain kasus di Alor, JAM-Pidum juga menyetujui lima permohonan RJ lainnya, semua terkait kasus penganiayaan di berbagai wilayah, meliputi Kejaksaan Negeri Bitung, Timor Tengah Selatan, Rote Ndao (dua kasus), dan Simeuleu.
Penghentian penuntutan berdasarkan RJ ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: perdamaian telah tercapai, tersangka belum pernah dihukum, ancaman hukuman di bawah lima tahun, dan persetujuan semua pihak.
JAM-Pidum menekankan agar Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai peraturan yang berlaku, menandai komitmen penegakan hukum yang berkeadilan dan restoratif. (sb)