Bongkar Skandal Kredit Bank Plat Merah Rp 1, 3 Triliun di Sumsel


Sambar.id, Palembang — Tanggal 7 Agustus 2025 menjadi hari yang mencatatkan rekor visual paling dramatis dalam sejarah pemberantasan korupsi di Sumatera Selatan. 


Di ruang konferensi pers Kejaksaan Tinggi Sumsel, deretan uang pecahan Rp100 ribu setinggi tembok berdiri seperti saksi bisu. Nilainya bukan main: Rp506,15 miliar.


Uang ini bukan sekadar barang bukti. Ia adalah “hasil panen” dari operasi penyelamatan keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh salah satu bank plat merah kepada dua perusahaan: PT BSS dan PT SAL.


Modus: Kredit Lancar di Atas Kertas


Berdasarkan penelusuran penyidik, pinjaman yang seharusnya untuk kegiatan produktif justru mengalir ke arah yang menyimpang. 


Indikasinya, kredit diberikan tanpa melalui verifikasi kelayakan yang memadai, jaminan dilebihkan nilainya, dan proses pencairan dipercepat lewat “jalur dalam”.


Kasus ini bukan sekadar penyimpangan administrasi. Ia mengandung aroma kolusi antara pihak internal bank dengan pengusaha penerima kredit. 


Dana yang semestinya berputar di sektor riil malah diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi dan jaringan bisnis yang tidak produktif.


Aset Blokir dan Jalan Menuju Rp 1 Triliun


Selain uang tunai setengah triliun yang kini berada di tangan Kejati Sumsel, penyidik juga telah memblokir aset senilai sekitar Rp400 miliar. 


Semua aset itu akan dilelang untuk menambah jumlah penyelamatan negara, sehingga totalnya mendekati Rp1 triliun — angka yang hampir menutup estimasi kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun.


Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, menegaskan bahwa fokus penegakan hukum tak berhenti pada penetapan tersangka.


“Kita tidak hanya mengejar pidana, tetapi juga memastikan uang negara kembali,” tegasnya.


Arah Politik dan Hukum


Kasus ini memberi sinyal keras bagi dunia perbankan nasional: era kredit ‘asal cair’ telah berakhir. Bank plat merah, yang memegang mandat publik, kini berada di bawah pengawasan ekstra ketat. 


Pemerintah pusat juga akan sulit menutup mata, karena angka Rp1,3 triliun bukan sekadar statistik—ia adalah simbol rapuhnya sistem pengawasan internal perbankan milik negara.


Di ranah hukum, publik menanti langkah lanjutan: siapa yang akan menjadi tersangka utama? Apakah hanya level operasional, atau akan menjalar ke level direksi, bahkan ke lingkaran politis yang mempengaruhi keputusan kredit?


Kejati Sumsel berjanji akan menggali hingga ke akar, memeriksa setiap aliran dana, dan menjerat semua pihak yang terlibat. 


Bagi publik, tumpukan uang yang dipamerkan hari ini hanyalah pembuka babak dari drama besar yang belum selesai. (Amel)

Lebih baru Lebih lama