Dunia Pendidikan di Butta Panrita Kitta Tercoreng

Sambar.id, Sinjai – Dua peristiwa memilukan mengguncang Butta Panrita Kitta dalam sepekan terakhir. Misteri penemuan bayi perempuan di semak-semak Dusun Bole, Desa Saohiring, Kecamatan Sinjai Tengah, akhirnya terungkap. 


Polisi menetapkan pasangan muda sebagai orang tua sekaligus tersangka pembuangan bayi tersebut.


Kedua pelaku, KE (22), mahasiswa asal Saohiring, dan P (26), petani asal Turungan Baji, Sinjai Barat, terbukti dengan sengaja menyingkirkan darah daging mereka. 


Fakta mengejutkan ini disampaikan dalam konferensi pers yang dipimpin Kasat Reskrim Polres Sinjai, Iptu Andi Asrul, bersama Kapolsek Sinjai Tengah, Iptu Tenri Gangka, Rabu (17/9/2025).


“Pasangan ini menjalin hubungan asmara, dan dari hasil penyelidikan keduanya sepakat untuk menyingkirkan bayi mereka agar tidak diketahui publik,” ujar Iptu Tenri Gangka.


Bayi yang ditemukan warga pada Senin (15/9) pagi itu masih dalam kondisi lemah. Jejak darah yang menuntun polisi ke rumah JN (41) menjadi kunci pengungkapan kasus ini. 


Dari interogasi, KE mengaku melahirkan di teras rumah sekitar pukul 05.30 WITA, sebelum akhirnya tega membuang bayinya. 


Barang bukti berupa jaket putih dan dua ponsel memperkuat keterlibatan pasangan tersebut.


Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 308 dan Pasal 305 KUHP tentang penelantaran anak, dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara. Motif utama diduga rasa takut dan malu akibat kehamilan di luar nikah.


Tak berhenti di situ, dunia pendidikan Sinjai kembali tercoreng oleh peristiwa memalukan di SMAN 1 Sinjai. Guru sekaligus Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Mauluddin, dipukul muridnya sendiri di ruang Bimbingan Konseling (BK). 


Ironisnya, aksi itu terjadi di hadapan ayah sang siswa yang disebut-sebut merupakan oknum anggota Polres Sinjai, tanpa upaya pencegahan.


Pemicu peristiwa itu bermula saat Mauluddin menyita tas siswa yang enggan masuk kelas. “Tasnya ada di kelas, tapi siswa yang bersangkutan tidak masuk belajar. Makanya pak Mauluddin mengambil tas tersebut dan menyimpannya di ruang BK,” ungkap seorang guru.


Akibat pemukulan, Mauluddin mengalami luka di hidung hingga mengeluarkan darah. Beruntung, seorang guru perempuan berhasil melerai sebelum situasi makin parah.


Kasus ini dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 54 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa peserta didik wajib menghormati pendidik, sementara negara wajib melindungi tenaga pendidik dari segala bentuk kekerasan.


Dua peristiwa berbeda ini menegaskan rapuhnya fondasi sosial dan pendidikan di Butta Panrita Kitta. 


Dari bayi malang yang dibuang orang tuanya hingga guru yang diperlakukan kasar oleh muridnya, masyarakat mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah tidak tinggal diam. 


Penegakan hukum yang tegas menjadi keharusan agar dunia pendidikan dan moral sosial tidak semakin runtuh di tanah Panrita Kitta. (Dzeol sb)

Lebih baru Lebih lama