Sambar.id, Babel || Maraknya aktivitas ilegal timah menyebabkan kebocoran negara, sejak awal 2025 penertiban dan pengamanan objek Timah dalam WIUP nya,mengharuskan PT.Timah dalam menjalankan tugasnya sebagai pemilik IUP terbesar di Bangka Belitung hadir sebagai representasi negara.
Operasi penertiban, dan penindakan hukum terhadap giat tambang, dan hasil timah ilegal di wilayah izin penambangannya telah massive dilakukan sejak awal 2025 yang dikawal pihak satgasus dan APH terkait.
Dalam kegiatan ini awak media mendapatkan informasi tentang Operasi Pengamanan aset Timah guna menjaga hasil produksi Timah negara yang selama ini selalu bocor ke pihak lain ,bahkan ke luar babel.
Bahkan Sejak akhir 2023 lalu dimana kasus korupsi tata niaga timah dimulai masuk penyidikan Kejagung RI ,sampai ditetapkannya tersangka dan bahkan 5 korporasi dengan kerugian ekologi sebesar 300 triliun.
Dimana para pemain Timah dan beberapa pemilik smelter swasta ditangkap ,bahkan Direksi PT.Timah dijadikan tersangka.
Namun tidak membuat jera para mafia Timah untuk terus melakukan kegiatan Timah ilegal baik melakukan tambang ilegal, maupun melakukan pembelian pasir timah ,dan penyelundupan mineral ,dan balok timah keluar babel.
Dalam konteks ini PT.Timah mengambil langkah tegas untuk mengamankan produksinya dengan menggunakan satgas khusus PT Timah yang melakukan koordinasi, dan pemetaan terukur terkait data lokasi dan cadangan milik PT Timah, dan melakukan tindakan persuasif kepada masyarakat penambang, dan terakhir dilakukan langkah represif jika memang penambang tidak mengindahkan arahan,bahkan berani membawa hasil produksinya
keluar dari tempat penampungan timah milik PT.Timah.
Ini tentu langkah awal yang signifikan dan strategis dilakukan direktur utama PT Timah Kol.Restu dalam menjaga produksi timah dan kebocoran yang selama ini masive terjadi diWIUP nya.
Namun langkah strategis ini tentunya berbanding terbalik dengan suara masyarakat babel,yang selama ini hidup dalam penambangan timah.
Dengan adanya razia yang dilakukan satgas Timah membuat mereka tidak bisa bekerja , bahkan pembeli langsung atau kolektor timah pun tidak berani membeli timah masyarakat.
Hal ini yang sebenarnya membuat penambang jadi tambah terpojok,karena tidak adanya pembeli timah mereka.
Lalu dimanakah peran pemerintah daerah dalam mengatasi hal ini.
Dari statement gubernur babel ,Hidayat Arsani menyampaikan dibeberapa media bahwa tindakan satgas PT.Timah harus merangkul penambang rakyat ,dan humanis.
Namun pelaksanaan tata kelola timah di babel dengan perda dan penertiban oleh pihak terkait seolah olah tumpul.
Bahkan izin penambangan rakyat( IPR)dibeberapa Kabupaten yakni Beltim,Bangka tengah dan Bangka selatan yang sudah mendapatkan WPR juga belum selesai.
Masyarakat penambang seperti anak ayam kehilangan induk ,dan selama ini berharap kerja dengan legalitas ,namun langkah yang ditempuh pemerintah daerah dengan Pemilik IUP baik swasta dan BUMN sepertinya tidak harmonis.
Bahkan RDP Tata kelola Timah antara Pimpinan dan komisi DPRD Babel dengan PT.TIMAH beberapa waktu lalu bahkan diundur ,tanpa sebab yang jelas.
Bahasa "Kami cuma Nek nyari makan bukan nek kaya" menjadi slogan utama masyarakat babel,dirasa kontradiktif dengan yang dinikmati para cukong timah selama ini.
Pemerintah daerah dan DPRD juga seharusnya bisa melakukan RDP dengan pihak smelter swasta dalam menentukan tata kelola niaga timah selain BUMN.
Langkah strategis PT Timah saat ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya mengingat konsesinya dihancurkan bahkan produksinya hilang entah kemana,dengan harga beli pasir timah yang dianggap jauh lebih murah .
Seharusnya menjadi ibu penambang yang dapat mengakomodir penambang rakyat.
Langkahnya jelas dengan menjadi mitra tambang PT.Timah, memiliki legalitas dengan SPK ,asal pengurusannya tidak susah dan lambat seperti saat ini,dengan proses online dan verifikasi persyaratan teknis yang memakan waktu cukup lama.
Inilah yang membuat koordinasi (Bahasa umumnya untuk ilegal) menjadi tumbuh besar ,sehingga penambang tidak mau banyak birokrasi untuk menambang.
Ini perlu diperbaiki secara serius diinternal PT timah sebagai BUMN kelas dunia, jangan sampai selain disparitas harga timah yang jauh dengan swasta,birokrasi pengurusan izin tambang juga panjang dan berliku,hanya karena keterbatasan personel,dan tetap menjadi ibu penambang dibabel bukan dengan cara represif,namun persuasif dan humanis.
Opini publik: Musda Anshori,S.ST ( kaperwil Babel Sambar.Id)