GAM Tantang Kajati Baru: Evaluasi Kinerja Kejari Palopo


Makassar, Sambar.id — Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin dini hari. Aksi tersebut memprotes dugaan rekayasa hukum dan kriminalisasi oleh aparat penegak hukum (APH) dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana Pasal 170 ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 167 KUHP yang kini telah masuk tahap II (P-21) di Kejaksaan Negeri Palopo.


Kasus tersebut menyeret tiga terlapor — BM, KM, dan AH — yang diketahui merupakan ahli waris dalam sengketa tanah. Mereka kini telah ditahan oleh Kejari Palopo.


GAM Nilai Kejari Palopo Langgar Profesionalisme


Dalam aksinya yang berlangsung sejak pukul 01.00 Wita, massa memblokade ruas jalan utama dan membentangkan spanduk bertuliskan:


“KAJATI BARU HARUS BERANI! BERSIHKAN KEJARI PALOPO DARI PRAKTIK PENYALAHGUNAAN WEWENANG!”


Aksi mengusut juga memuat tiga tuntutan utama:


1. Mendesak Kejati Sulsel mengevaluasi proses penanganan perkara No. LP/BP163/III/2023/SPKT/POLRES PALOPO.

2. Mendorong supervisi langsung Kejati Sulsel terhadap Kejari Palopo.

3. Mencopot Kajari dan Kasi Pidum Kejari Palopo bila terbukti melanggar etika dan asas profesionalitas.


Jenderal Lapangan GAM, Akmal Yusran, menegaskan aksi ini merupakan bentuk protes terhadap dugaan ketidakprofesionalan aparat Kejari Palopo.


“Kami turun ke jalan bukan sekadar reaksi emosional, tapi bentuk protes moral terhadap penegak hukum yang kami nilai menyimpang dari asas keadilan. Kejari Palopo telah memperlihatkan indikasi pelanggaran profesionalitas dalam penanganan perkara ini,” ujar Akmal di sela orasi.


Akmal juga menyoroti bahwa perkara tersebut tidak hanya menyangkut aspek hukum, tetapi juga moralitas aparat penegak hukum (APH).


“Kasus ini bukan sekadar perkara pidana, tapi soal moralitas hukum. Jangan biarkan hukum dijadikan alat untuk mengkriminalisasi warga yang sah memiliki hak atas tanahnya sendiri,” tegasnya.


Panglima GAM: Hukum Harus Melindungi, Bukan Menjerat


Senada, Panglima GAM La Ode Ikra Pratama menilai bahwa hukum telah melenceng dari esensinya sebagai pelindung masyarakat.


“Hukum seharusnya menjadi pelindung, bukan alat untuk menjerat. Dugaan kriminalisasi terhadap tiga ahli waris di Palopo, ditambah risiko ketidaknetralan aparat, telah mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” ujarnya.

La Ode juga menyerukan reformasi pengawasan di tubuh kejaksaan dan pengadilan agar tidak terjadi lagi praktik penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan.


“Reformasi prosedural dan pengawasan internal harus segera dilakukan. Kajati yang baru dilantik jangan hanya seremonial, tapi benar-benar membersihkan aparat di bawahnya,” tegasnya.


GAM Tantang Kajati Baru Bertindak Tegas


Menutup aksi, La Ode Ikra menantang Kajati Sulsel yang baru dilantik pada 23 Oktober 2025 untuk menunjukkan keberpihakan pada keadilan substantif.


“Kami tantang Kajati Sulsel untuk segera mengambil langkah tegas, memulihkan kepercayaan publik, dan memastikan hukum tidak lagi menjadi alat kekuasaan,” pungkasnya.


Respons Kejati Sulsel: Akan Evaluasi Jika Ada Pelanggaran Etik


Menanggapi aksi tersebut, Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi, S.H., dalam mediasi dengan perwakilan mahasiswa menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi jika ditemukan pelanggaran etik atau prosedural oleh jaksa di Kejari Palopo.


“Kami akan evaluasi apabila ada indikasi pelanggaran etik oleh jaksa dalam penanganan perkara ini,” ucap Soetarmi.


Ia juga menambahkan bahwa perkara tersebut telah dilimpahkan ke pengadilan, dan sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 30 Oktober 2025. (ode)

Lebih baru Lebih lama