Sambar.id, BANTEN - Suhu politik jelang pemilu 2024 mulai memanas, para elite politik sudah mulai melakukan manuper politik terkesan curi start, seperti melalui pembentukan tim sukses, penggalangan masa secara terselubung, serta bermacam bentuk promosi lainnya.
Salah satu pengamat Politik Jacob Ereste, menghawatirkan politik tanpa etika yang baik dapat berdampak buruk, seperti terjadinya pertikaian dan perentangan antar kelompok pendukung dengan tindakan anarkis, sehingga akan dapat mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Menurut Jacob Ereste, kalau pun saat pemilu (Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Legislatif dan Kepala Daerah) nanti terpaksa harus memilih -- karena yang harus dipilih semuanya buruk, pasti ada yang baik, setidaknya pilihlah yang terbaik dari yang buruk itu. Sebab Pemilu harus tetap dilakukan, meski juga banyak orang yang tak yakin Pemilu 2024 tetap berlangsung.
"Pilihan terbaik diantara yang terburuk itu, toh tetap harus mengacu pada kapabilitas, syarat untuk dipilih mulai dari integritas yang harus mengacu pada etikabilitas dan intelektualitas yang mumpuni. Bisa saja diantaranya yang mengedepankan etikabilitas lebih utama dari intelektualitas, karena intelektualitas hanya bersandarkan pada akal yang bisa luput dari endusan hati yang manusiawi," kata Jacob, Sabtu (28/08/2024).
Selain itu Jacob menambahkan, acap kali keputusan harus dilakukan tanpa pertimbangan akal, tetapi atas pengembaraan hati nurani.
Integritas merupakan proyeksi dari apa yang bisa dilihat pada perilaku yang bersangkutan dalam tindak tanduknya bercampur gaul dengan orang lain dalam sehari-hari. Maka itu, integritas seseorang dapat menunjukkan konsistensi antara ucapan dan perbuatan serta keyakinan dirinya yang dapat dilihat sekaligus dirasakan oleh banyak orang, meski kita sendiri sangat mungkin belum bisa ikut menikmati langsung dari apa yang telah dilakukan oleh tokoh tersebut.
Naluri setiap orang untuk memilih yang terbaik itu sesungguhnya merupakan bagian dari intuisi bawaan, seperti kebiasaan saat memilih buah yang beragam dalam sebuah keranjang sajian. Namun agak sedikit kelebihannya dalam memilik sosok bisa saja disertai oleh rasa suka atau sikap simpati yang sangat subyektif sifatnya. Maka itu, analisis sekilas diperlukan agar pilihan dapat dilakukan secara rasional, bukan sentimental, karena atas dasar selera atau sekedar kesukaan pribadi semata," terangnya.
"Masalahnya dalam memilih yang terbaik dari yang baik bagi calon Presiden, calon anggota Legislatif hingga Kepala Daerah pada Pemilu 2024, akan sangat menentukan nasib dan masa depan orang banyak, mulai dari petani, buruh dan nelayan hingga kaum pedagang serta pegawai honor yang tidak kunjung diangkat menjadi pegawai tetap sampai usia memasuki pensiun, semuanya itu tidak patut dibiarkan demi dan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang kelak akan merasakan dampak dari kebijakan mereka sebagai pejabat publik," ujar Jacob.
Kecuali itu, mereka yang hendak kita pilih teesebut baik sebagai Presiden dan Wakil Presiden hingga anggota legislatif dan kepala Daerah itu kelak harus dapat dipahami sebagai orang yang layak dan patut mendapat mandat dari kita. Sebagai rakyat yang harus menjadi perhatian utama mereka kelak setelah berkuasa membuat kebijakan, melakukan program serta membangun sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat. Bukan berdasarkan selera dan kehendak selera mereka yang harus menjalankan amanah kita sebagai rakyat," tegasnya.
"Hasil terbaik dari Pemilu 2024 harus dipastikan adalah yang terbaik bagi kita sebagai rakyat. Karena itu, proses Pemilu yang cenderung hendak dicurangi, harus mendapat penjagaan dan pengawasan dari rakyat. Karena akibat dari kecurangan yang terjadi, pasti akan merugikan kepentingan kita, sebagai rakyat, yang menghendaki hasil Pemilu itu merupakan representasi dari selera dan keinginan rakyat yang telah memberikan amanah untuk menata kehidupan bernegara agar dapat memiliki tatanan berbangsa yang sehat dan lebih beradab," pungkasnya. (*)







.jpg)
