Perkara di Kepolisian Sektor Karang Baru Aceh Mendapat Perhatian Khusus dari FERADI WPI melalui G. LIMBONG



SAMBAR.ID//
ACEH — ASS.ADV. G. LIMBONG, C.SH., C.PFW., C.MDF. berusaha mengetuk hati Kepolisian Sektor Karang Baru, Aceh Tamiang, terkait penangkapan dan penahanan kliennya. 29 Mei 2025


“Kami selalu kooperatif dan berusaha mengikuti arahan serta kata penyidik agar memudahkan proses restorative justice (RJ). Tapi alhasil, Polsek Karang Baru dengan mudah menyampaikan bahwa pihak PTPN menolak RJ. Padahal, jelas melalui forum RJ, Polri memiliki kekuatan payung hukum untuk tegas dalam menjalankan perintah Kapolri agar menjadi jembatan bagi pihak-pihak yang berperkara,” tegasnya.


Namun tak hanya itu, G. Limbong juga menyampaikan adanya dugaan banyak kesalahan prosedur yang dilakukan oleh Polsek Karang Baru, Aceh Tamiang. Ia memaparkan beberapa poin:


1. Sejak awal penyidikan, saksi berinisial ABS mengaku dipanggil sebagai saksi tanpa surat panggilan resmi, melainkan hanya melalui telepon.


2. Penahanan tersangka tidak dilakukan di sel Polsek, melainkan langsung di Lapas (LP), padahal belum dilakukan sidang pengadilan dan belum dijatuhkan vonis.


3. Diduga melanggar Qanun Aceh – Seharusnya Polsek Karang Baru tidak melangkahi aturan Qanun Aceh No. 9 Tahun 2008, di mana tindak pidana ringan wajib diselesaikan di tingkat Gampong (desa) sesuai dengan 18 item perkara.


4. Proses RJ yang sudah hampir sebulan tidak diupayakan melalui mediasi oleh pihak Polsek Karang Baru. Padahal hukum tertinggi adalah perdamaian. Perintah Kapolri pun tidak dijalankan.


5. Perwakilan dari pihak tersangka menyebut para tersangka dimintai uang di LP Aceh Tamiang dengan alasan biaya kamar. Jika tidak membayar, mereka disebut akan tidur di WC. Jika benar, maka sangat memprihatinkan kondisi keadilan bagi rakyat miskin.


6. Pihak penyidik diduga mengintervensi perwakilan tersangka dengan menyatakan, “Ngapain pakai kuasa hukum,” yang terkesan sebagai bentuk tekanan. Ada apa sebenarnya?


Yang menjadi kekecewaan besar bagi kuasa hukum adalah ketika mereka sudah mengikuti arahan dan petunjuk penyidik, namun justru merasa dipermainkan. Padahal, Kapolri sudah memberikan arahan melalui asas restorative justice bahwa masalah kecil seharusnya tidak sampai berakhir di meja hijau.


Berikut adalah syarat-syarat formil restorative justice pada perkara ringan:


1. Perkara pidana dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun.


2. Perkara pidana yang tidak menimbulkan kerugian besar, baik materil maupun immateril.


3. Perkara pidana yang tidak menimbulkan keresahan masyarakat.


4. Tersangka belum pernah dihukum atau belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya.


“Sangat jelas semua poin di atas dipenuhi oleh pihak tersangka dalam kasus pencurian ringan ini. Namun Polsek Karang Baru dengan mudah menyatakan bahwa pihak PTPN Aceh Tamiang menolak perdamaian. Di mana prinsip bahwa hukum tertinggi adalah perdamaian? Keadilan seakan tak berlaku bagi rakyat miskin. Para tersangka adalah tulang punggung keluarga yang sudah lebih dari satu bulan meninggalkan anak istri yang kini hidup kelaparan karena keegoisan pihak PTPN,” ujar G. Limbong.


“Kami sangat kooperatif dalam setiap arahan di tingkat kepolisian. Terlebih keempat tersangka merupakan tulang punggung keluarga. Namun yang kami dapati justru adalah penolakan atas itikad baik perdamaian, dengan alasan bahwa pihak Polsek menyatakan ‘PTPN menolak restorative justice,’ padahal pihak tersangka siap mengganti kerugian yang dialami PTPN Aceh Tamiang,” tambahnya.


“Sebagai kuasa hukum, kami sangat menyayangkan kebijakan penolakan RJ terhadap klien kami, mengingat tersangka dalam kasus ini diduga hanya disuruh oleh oknum yang informasinya merupakan pekerja di PTPN itu sendiri. Ada apa sebenarnya? Saat penangkapan, para tersangka diduga dipukuli seperti binatang, bahkan dalam sebuah video terdengar salah satu oknum menyatakan, ‘Tembak aja, kasih mati!’” ungkap G. Limbong lebih lanjut.


“Kami akan mengerahkan tim lawyer serta tim wartawan untuk mengawal perkara ini agar klien kami mendapatkan keadilan,” tegas Bapak Advokat Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md., C.PFW., C.MDF., selaku Ketua Umum FERADI WPI.


Donny juga diketahui menjabat sebagai Ketua Umum FERADI Mediatore, Ketua Umum KAWAN JARI (Ikatan Wartawan Jagat Raya Indonesia), serta PMBI (Perkumpulan Masyarakat Bertato Indonesia). Ia juga merupakan Pemimpin Redaksi Media Kawanjarinews.com, Direktur PT. KAWAN JARI GRUP, dan Pimpinan Firma Hukum Subur Jaya dan Rekan yang dikenal aktif dalam mengadvokasi keadilan serta keterbukaan informasi publik.


Penulis: Giwa

Lebih baru Lebih lama