Ingatkan Elite Politik, Aktivis PMII: Jangan Jadikan Rakyat Komoditas Politik!


Sambar.id, Batam — Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) asal Kepri, Dedy Wahyudi Hasibuan, mengingatkan elite politik agar tidak menjadikan rakyat sebagai komoditas dalam pertarungan kepentingan. Ia menilai situasi politik nasional yang dipenuhi propaganda dan permainan opini berpotensi menjerumuskan publik dalam konflik yang tidak perlu.

Dalam keterangan resminya, Jumat (12/12), Dedy menjelaskan bahwa Indonesia sedang menghadapi rangkaian tantangan domestik dan tekanan global yang saling menumpuk. Menurutnya, kondisi ketidakpastian itu berdampak langsung pada stabilitas geo-ekonomi dan politik nasional.

Dedy, mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Nasional, menyebut situasi ini hanya bisa ditangani melalui gotong royong kolektif antara pemerintah dan rakyat. Ia menilai keharmonisan relasi kedua pihak menjadi kunci agar agenda pembangunan bisa berjalan tanpa terpecah oleh konflik artificial.

Stabilitas Politik Era Prabowo–Gibran Diuji

Dedy menilai satu tahun kepemimpinan Prabowo–Gibran menunjukkan tantangan yang tidak kecil, terutama pada aspek stabilitas politik. Ia menilai proses integrasi politik belum optimal karena komunikasi publik pemerintah belum sepenuhnya mampu menyentuh dimensi sosiologis masyarakat.

Menurutnya, di tengah celah komunikasi itu, muncul aktor-aktor elite yang memanfaatkan ruang publik untuk memengaruhi emosi masyarakat melalui media sosial dan media mainstream. “Ada agenda besar yang didorong pihak tertentu untuk menghambat pembangunan politik pemerintah,” ujarnya.

Kasus Endipat Wijaya dan Distorsi Opini Publik

Dedy juga menyoroti polemik pernyataan Anggota DPR RI Dapil Kepri, Endipat Wijaya, dalam rapat Komisi I bersama Kominfo. Ia menegaskan bahwa anggota DPR memiliki hak imunitas dan berkewajiban menjalankan fungsi kontrol sebagai mitra kritis pemerintah.

Namun, ia mengakui ada kekeliruan dalam penyampaian yang kemudian memicu sentimen negatif di masyarakat. Situasi ini, katanya, dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menggiring opini dan menciptakan agitasi politik.

Meski begitu, ia menilai langkah Endipat yang menyampaikan permohonan maaf kepada publik menunjukkan tanggung jawab moral. “Yang terpenting adalah kesadaran untuk memperbaiki dan menjaga ruang publik tetap sehat,” tambahnya.

Seruan Tidak Terprovokasi

Dedy mengajak masyarakat Kepri dan masyarakat Indonesia secara luas agar tidak mudah menjadi objek permainan politik.

“Kita harus menahan diri dan berpikir jernih. Kita bangsa besar, bukan bangsa yang saling menjatuhkan. Jika sesama anak bangsa terus dibenturkan, yang untung siapa?” tegasnya.

Menurutnya, agenda propaganda politik yang tengah menyebar justru diarahkan untuk menciptakan kekacauan sosial dan memperburuk iklim ekonomi-politik nasional.

Ia menilai Indonesia masih berada dalam fase pemulihan pasca demonstrasi besar pada Agustus lalu serta ancaman bencana alam yang dapat memukul kemampuan ekonomi domestik. “Pemulihan hanya bisa dilakukan dengan gotong royong,” ujarnya.

Peringatkan Soal Bencana dan Mafia Lingkungan

Dedy juga mengingatkan pemerintah agar memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan bencana, terutama di wilayah Kepulauan Riau yang kerap dilanda cuaca ekstrem di akhir tahun. Ia menekankan perlunya penguatan BPBD di daerah.

Di sisi lain, ia menyerukan perhatian serius terhadap keberlanjutan lingkungan. Ia menyoroti praktik perusakan hutan, mangrove, dan ekosistem pesisir yang disebutnya sudah sampai pada tingkat mengkhawatirkan.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus serius membasmi mafia lingkungan. Dampaknya sangat terasa di sendi kehidupan masyarakat,” tutupnya.(Wan)

Lebih baru Lebih lama