Demonstrasi Cipayung Plus NTB: Solidaritas Mahasiswa atau Panggung Kepentingan?

Mataram (NTB) – Gelombang demonstrasi yang digagas aliansi Cipayung Plus NTB untuk menuntut pembebasan enam aktivis yang ditangkap aparat penegak hukum memantik perhatian luas. Aksi ini diklaim sebagai bentuk solidaritas terhadap kebebasan berekspresi, namun tidak sedikit pula yang menilai gerakan tersebut sarat kepentingan terselubung.
Sebagian kalangan menilai, tuntutan pembebasan itu bukan murni didorong oleh solidaritas, melainkan momentum politik yang sengaja dimanfaatkan untuk menggiring opini publik dan membangun citra kelompok tertentu.
“Solidaritas yang ditampilkan memang tampak di permukaan sebagai aksi kemanusiaan. Namun, jika diperhatikan lebih jauh, ada pola narasi yang sengaja dibangun untuk mendulang dukungan sekaligus merusak kredibilitas pihak-pihak tertentu,” ujar pengamat gerakan mahasiswa NTB, Zia Ulhaq, dalam keterangannya, Senin (20/062025)
Zia menilai, dinamika gerakan mahasiswa hari ini berada di persimpangan antara idealisme dan kepentingan politik. Jika tidak berhati-hati, organisasi mahasiswa bisa kehilangan kepercayaan publik.
“Jika organisasi mahasiswa hanya dijadikan alat politik oleh segelintir individu, maka harga diri kolektif organisasi akan tercederai. Kepercayaan publik pun akan memudar,” lanjutnya.
Di lapangan, aksi Cipayung Plus tidak hanya menyuarakan pembebasan enam aktivis, tetapi juga membawa sejumlah isu lain yang dinilai tidak berkaitan langsung dengan kasus tersebut. Hal inilah yang membuat publik mempertanyakan motif di balik gerakan tersebut.
“Apakah mereka mampu menunjukkan bahwa ini benar-benar perjuangan kolektif yang bersih dari kepentingan, atau sekadar menjadi panggung politik terselubung?” kata Zia.
Menurutnya, gerakan mahasiswa akan selalu menjadi bahan kajian kritis sepanjang masa. Yang membedakan hanyalah ketulusan perjuangan dan konsistensi menjaga idealisme.
“Yang jelas, sejarah gerakan mahasiswa akan mencatat bukan hanya siapa yang bersuara paling lantang, tetapi siapa yang mampu menjaga konsistensi idealisme di tengah badai kepentingan,” tegas Zia.
Sementara itu, di ruang-ruang diskusi kampus dan warung kopi, perdebatan tentang motif demonstrasi ini terus mengemuka. Sebagian mahasiswa dan warga sipil mendukung penuh gerakan ini sebagai bentuk kontrol sosial, namun sebagian lainnya mulai bersikap skeptis.

Kini, semua pihak menanti langkah Cipayung Plus NTB berikutnya. Apakah mereka akan mampu membuktikan bahwa perjuangan mereka murni untuk keadilan dan demokrasi, atau justru menjadi bagian dari narasi politik praktis yang mulai kehilangan arah? (U)
Lebih baru Lebih lama