Keindahannya ternyata menyimpan rahasia kelam: operasional tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Pertambangan tanpa izin (PETI) galian C ilegal. Praktik ini telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Baca juga: Sinjai Terancam!, Produksi Tambang Emas Tanpa Pengawasan?
Kelompok Tani Masale 1, diwakili Andi Amiruddin, mengecam keras aktivitas penambangan pasir yang merusak lahan pertanian dan mengancam ketahanan pangan.
Abrasi dan longsor mengancam mata pencaharian para petani, yang berkomitmen mendukung program pemerintah di sektor ini.
Baca Juga: Rokan Hilir: Negeri Seribu Luka, Korupsi Menggerogoti Kesejahteraan Rakyat
Bukan hanya petani yang terdampak. Ketua RT 2, Rustam, dan Awaluddin Adil dari Sinjai Geram (Sinergi Jaringan Independen Gerakan Rakyat Menggugat) turut menyuarakan keprihatinan.
Baca Juga: Sidang Lanjutan Kasus Korupsi PT. Timah, Wartawan Sambar id Kembali Jadi Saksi di PN Jakarta Pusat
Tuntutan tegas kepada aparat penegak hukum pun disuarakan, merujuk pada Pasal 158 UU Minerba dan menyertakan penampung material ilegal dalam lingkup hukum.
Ancaman sanksi berat menanti Fafaliang Water Park. Operasional tanpa AMDAL berpotensi berujung denda, pembekuan kegiatan, pencabutan izin, bahkan tuntutan pidana.
Baca Juga: Baleho "Kabupaten Setengah Sekarat" Hebohkan Pangandaran
Teguran keras telah dilayangkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sinjai, dengan imbauan penghentian pengembangan hingga AMDAL diterbitkan. Pertanyaan besar kini muncul,
"apakah keindahan semu ini layak dibayar mahal dengan mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat?," ucap Awaluddin. (Aa)