Tindakan ini menuai kecaman dari berbagai kalangan, termasuk kalangan pers, karena dianggap sebagai penghindaran tanggung jawab dan pelanggaran prinsip transparansi pemerintahan.
Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI), Hartanto Boechori, dalam pernyataan sikapnya hari ini, tegas menyatakan bahwa memblokir nomor wartawan bukanlah tindakan cerdas, melainkan mencerminkan kepanikan dan ketidakmampuan berdialog.
Beliau menambahkan bahwa pertanyaan kritis wartawan merupakan bagian integral dari fungsi kontrol sosial, dan menjawabnya adalah kewajiban, bukan kemurahan hati, pejabat publik.
Boechori menekankan bahwa pertanyaan wartawan, betapapun kritisnya, tetap sah selama disampaikan dengan santun dan bertujuan mengungkap fakta demi kepentingan publik.
"Bertanya adalah tugas wartawan; menjawab adalah kewajiban pejabat publik," tegasnya.
Ia menyayangkan sikap pejabat yang menghindari pertanyaan kritis, yang menunjukkan mental tertutup dan antikritik.
"Jabatan publik adalah amanah, bukan tameng dari kritik, Jika tidak siap ditanya dan dikritik, jangan duduk di kursi jabatan yang dibiayai uang rakyat!"tegas Boechori
Boechori juga mengingatkan wartawan untuk selalu profesional dan bermartabat, menjunjung tinggi UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan kesopanan.
"Wartawan boleh ditanya balik, tetapi tidak boleh dibungkam," tambahnya.
Pernyataan sikap ini diharapkan menjadi catatan publik dan peringatan bagi pejabat publik yang alergi terhadap transparansi, sekaligus pengingat bagi insan pers untuk menjalankan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab. (*)