Lambannya penindakan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan Bea Cukai memicu kecurigaan adanya pembiaran sistemik, bahkan keterlibatan oknum di dalamnya.
Gudang-gudang penyimpanan dan distribusi rokok ilegal yang terungkap di berbagai wilayah Kalbar semakin memperkuat desakan publik untuk tindakan tegas dan transparan.
Dr. Herman Hofi Munawar, pakar hukum pidana dan pengamat kebijakan publik, menilai penegakan hukum dalam kasus ini “nyaris tak bergerak.”
Ia memperingatkan bahwa impunitas yang merajalela dapat meruntuhkan legitimasi negara.
Penindakan yang tidak masif dan konsisten terhadap rokok ilegal menimbulkan kesan bahwa pelanggaran hukum tidak memiliki konsekuensi serius, berpotensi meluas ke sektor lain dan mengikis kepercayaan publik.
Kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal mencapai Rp9 triliun per tahun, menurut Kementerian Keuangan.
Ini belum termasuk dampak negatif terhadap industri rokok legal, kesehatan masyarakat, dan reputasi perdagangan Indonesia di mata internasional.
Prof. Lisa Cartwright dari Consumer Law & Regulation Centre (CLRC), Australia, bahkan memperingatkan potensi kerugian kepercayaan mitra internasional terhadap komitmen Indonesia pada perdagangan yang legal dan adil.
Kasus ini, menurut Yusuf Lantara, peneliti senior di Pusat Studi Hukum Ekonomi dan Kriminal Universitas Indonesia, jarang menyentuh aktor intelektual.
“Kita terlalu sering melihat hanya operator lapangan yang diproses,” ujarnya.
Ia menyoroti potensi keterlibatan penadah besar, pemodal, dan oknum pelindung yang luput dari jerat hukum.
Publik mendesak Polda Kalbar, Bea Cukai, dan Kejaksaan Tinggi Kalbar untuk transparan dalam penyelidikan, termasuk mengungkap apakah gudang-gudang ilegal telah disita, pelaku utama ditetapkan sebagai tersangka, dan apakah ada keterlibatan aparat.
Dr. Herman menekankan perlunya tindakan tegas, tanpa pandang bulu, termasuk menindak oknum aparat yang terlibat.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil bahkan mendorong pembentukan Satgas Gabungan Independen yang melibatkan KPK, PPATK, Kejaksaan Agung, dan Komnas HAM untuk mengaudit proses hukum dan aliran uang dari peredaran rokok ilegal. Langkah ini dianggap perlu jika APH lokal terbukti tidak netral.
Peredaran rokok ilegal bukan hanya kejahatan ekonomi biasa, tetapi ancaman serius terhadap integritas negara dan keadilan hukum.
Desakan publik untuk penegakan hukum yang tegas dan transparan semakin menggema. (Jn98/*)