Sambar.id, Bangka Belitung — Kasus mega korupsi timah yang menjerat Hendri Lie dan merugikan negara hingga Rp 300 triliun kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, Ridwan alias Iwan, melalui kuasa hukumnya Firma Hukum Hangga Of, mempertanyakan kejelasan proses hukum terkait penjualan 200 ton balok timah milik PT Tinindo Internusa — perusahaan milik Hendri Lie — yang diduga sebagian menjadi barang bukti (BB) sitaan negara. Kamis (2/7/2025).
Ridwan yang berperan sebagai operator alat berat (PC) dalam proses penggalian dan pemindahan
timah tersebut mengaku belum pernah menerima informasi apapun soal perkembangan penyelidikan dari pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung.
Padahal, menurut kuasa hukumnya, keterangan Ridwan sangat krusial dalam membongkar tabir peristiwa hukum yang mencurigakan dalam perkara ini.
“Klien kami telah memberikan keterangan penting terkait proses penggalian dan penjualan balok timah yang terjadi dalam dua tahap di tahun 2024. Namun hingga kini, tidak ada kejelasan lanjutan dari kejaksaan,” ujar Hangga saat mendampingi Ridwan kliennya testimoni di Kantor Berita Online (KBO) Babel, Selasa (2/7/2025).
Hangga menguraikan, penjualan balok timah tahap pertama sebanyak 120 ton dilakukan atas perintah seseorang bernama Paulus dan Armen. Beberapa bulan kemudian, tahap kedua sebanyak 80 ton dilakukan atas perintah Syahfitri, istri muda Hendri Lie.
Diduga, Syahfitri bertindak setelah mengunjungi suaminya di Rutan Salemba, Jakarta, dan mengaku telah mendapat restu serta koordinasi dengan pihak internal Kejaksaan Agung.
Informasi inilah yang memunculkan spekulasi liar di tengah masyarakat, termasuk dugaan aliran dana sebesar Rp 10 hingga 15 miliar kepada oknum kejaksaan untuk memuluskan proses tersebut.
Namun Kejati Bangka Belitung membantah keras tudingan tersebut dan menyatakan telah mengklarifikasi seluruh informasi yang disampaikan Ridwan.
“Kalau kejaksaan merasa tidak terlibat, maka seharusnya transparan membuka siapa yang terlibat dalam perintah penjualan balok timah tersebut. Klien kami justru tidak menerima hak upahnya sebesar Rp 900 juta dari pekerjaan itu,” tegas Hangga.
Lebih lanjut, Hangga menyampaikan bahwa hingga saat ini keberadaan Syahfitri tidak diketahui. Ia mempertanyakan mengapa belum ada upaya pemanggilan terhadap Syahfitri oleh kejaksaan, padahal Paulus dan Armen sudah dimintai keterangan.
Sementara itu, sejumlah saksi dari PT Timah Tbk, seperti Budi dan Anderi yang merupakan satpam perusahaan, juga disebut telah memberikan keterangan.
Ridwan sendiri mengaku bekerja berdasarkan perintah dan tidak mengetahui bahwa balok timah yang ia bantu gali dan pindahkan merupakan bagian dari barang bukti negara. Dirinya kini hanya berharap agar kejaksaan menindaklanjuti permintaan pembayaran upah yang menjadi haknya.
“Saya hanya bekerja, saya tidak tahu-menahu urusan hukum. Tapi kalau pekerjaan sudah selesai, tolong hak saya juga diberikan,” ujar Ridwan dalam pernyataannya.
Melalui kuasa hukumnya, Ridwan berharap Presiden Prabowo Subianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin turun tangan membantu menuntaskan persoalan hukum yang belum menemukan titik terang ini.
Apalagi, perkara ini menyangkut potensi hilangnya aset negara dan dugaan keterlibatan oknum penegak hukum. (*)