“Setiap rupiah yang berasal dari keringat rakyat harus kembali kepada rakyat. Jika ada pejabat yang masih berani bermain-main dengan anggaran, maka itu sama saja mengkhianati kepercayaan negara dan rakyat.”
Pesan serupa kembali digelorakan dalam pidato kenegaraan HUT RI ke-80, Agustus 2025:
“Korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap Pancasila, pengkhianatan terhadap cita-cita pendiri bangsa, dan pengkhianatan terhadap keadilan sosial. Aparat penegak hukum jangan ragu menindak siapa pun yang terbukti menyelewengkan uang negara.”
Namun ironisnya, di Kabupaten Rokan Hilir, Riau justru mencuat dugaan penyimpangan anggaran di tubuh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) tahun 2020.
Kasus ini memunculkan tanda tanya besar: sejauh mana amanat Presiden benar-benar dijalankan pejabat di daerah?
Dugaan Mark Up Dana Materai
Penelusuran mencatat, alokasi anggaran tahun 2020 mencapai Rp232.260.000 hanya untuk pembelian materai. Dengan harga resmi Rp6.000 per lembar saat itu (sebelum diberlakukannya materai Rp10.000), jumlah tersebut setara dengan 38.710 lembar materai.
Berita Terkait: Dugaan Korupsi Dana Pendidikan Rohil: Membayangi Amanat Presiden Prabowo di MPR
Angka fantastis ini dinilai tidak masuk akal untuk kebutuhan administrasi dinas. Fakta tersebut menimbulkan dugaan kuat adanya mark up atau pembengkakan biaya yang tidak wajar. Lebih jauh, pola serupa diduga terjadi pada pos belanja lain: alat tulis kantor, biaya cetakan, fotokopi, perjalanan dinas, hingga pengadaan rutin lainnya.
Peran Masyarakat, LSM, dan Media
Sebagai kontrol sosial, masyarakat, penggiat antikorupsi, serta media telah menyampaikan informasi awal ini kepada publik. Sesuai amanat UU Tipikor, dugaan semacam ini adalah pintu masuk bagi Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan pendalaman.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Anggaran Disdikbud Rohil 2020: Publik Desak Audit Investigatif
“Data dan informasi ini hendaknya menjadi bahan awal bagi APH untuk menyelidiki apakah dugaan tersebut benar atau tidak. Kami hanya bisa menduga, karena memastikan adalah kewenangan penegak hukum,” tegas Tim Biro Redaksi Rohil.
Respons Kadis Dikbud Rohil
Saat dikonfirmasi, Kepala Disdikbud Rohil kala itu, Dayat, tidak berada di tempat. Melalui pesan WhatsApp pribadinya pada Rabu (20/8/2020) pukul 16.38 WIB, ia hanya menjawab singkat:
“Maaf saya sudah tidak ingat lagi, yang tahu mungkin bendahara.”
Namun saat diingatkan bahwa dirinya menjabat sebagai Kadis pada tahun tersebut, hingga berita ini diterbitkan Dayat memilih bungkam.
Dasar Hukum Dugaan Tindak Pidana Korupsi
Jika benar terdapat penyimpangan, maka perbuatan itu dapat dijerat dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Pasal 2 ayat (1): memperkaya diri/orang lain/korporasi secara melawan hukum yang merugikan negara → pidana penjara 4–20 tahun atau seumur hidup + denda Rp200 juta – Rp1 miliar.
Pasal 3: penyalahgunaan kewenangan jabatan untuk menguntungkan diri/orang lain/korporasi hingga merugikan negara → pidana penjara 1–20 tahun atau seumur hidup + denda Rp50 juta – Rp1 miliar.
Dengan demikian, dugaan mark up anggaran materai ini sudah cukup menjadi data awal bagi APH untuk mendalami ada tidaknya perbuatan melawan hukum.
Desakan ke Aparat Penegak Hukum
Masyarakat mendesak Kejaksaan Negeri Rohil dan Kejaksaan Tinggi Riau segera turun tangan.
“Dinas Pendidikan jangan sampai menjadi arena korupsi. Ini mencoreng dunia pendidikan Kabupaten Rokan Hilir dan melukai amanat Presiden,” tegas seorang penggiat antikorupsi setempat.
Kasus ini menegaskan jurang lebar antara pidato Presiden di HUT RI ke-80 yang menyerukan perang total terhadap korupsi dengan kenyataan di lapangan yang masih dihantui dugaan penyimpangan.
Jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah akan runtuh. Masyarakat berharap APH segera bertindak—bukan hanya demi menegakkan hukum, tetapi juga demi menjaga marwah amanat Presiden serta martabat pendidikan bangsa.
Laporan: Tim Jurnalis (Legiman)
Sumber: Masyarakat