Luwu – Minggu (31/8/2025), aula sederhana di Kantor Desa Padang Kalua, Kecamatan Bua, menjadi saksi sejarah kecil bagi perjalanan pemuda desa. Karang Taruna Pammesaran menggelar Temu Karya ke-2, sebuah forum demokratis yang lebih dari sekadar memilih ketua baru, tapi juga menegaskan posisi pemuda: apakah mereka hanya pelengkap seremonial, atau sungguh-sungguh menjadi agen perubahan sosial di tengah desa.
Kegiatan ini dihadiri Kepala Desa Padang Kalua Umi, S.Pd., MM, Babinsa Koramil 1403-04 Sertu Agustinus Ambarura, serta Ketua BPD Idris Pinca. Kehadiran mereka memperlihatkan betapa ruang pemuda masih sering dipandang sebagai kepanjangan tangan pemerintah desa. Namun, justru di titik inilah Karang Taruna ditantang: berani melampaui formalitas atau tenggelam dalam rutinitas acara tahunan.
Tema yang diusung, “Bangkit Bersama, Bergerak Maju Menciptakan Perubahan Positif Bagi Pemuda Desa Padang Kalua”, terdengar gagah. Tetapi realitas di lapangan menuntut bukti nyata—dari pengangguran pemuda, keterbatasan akses pendidikan, hingga minimnya lapangan kerja.
Kepala Desa Umi menegaskan dalam sambutannya:
“Karang Taruna harus hadir sebagai solusi nyata, bukan hanya simbol kegiatan seremonial. Kepengurusan baru saya harap lebih aktif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Pernyataan ini seakan menjadi cermin kritik halus terhadap perjalanan Karang Taruna sebelumnya yang kerap terjebak dalam kegiatan seremonial tanpa menyentuh akar masalah sosial.
Dalam sidang pleno, Ayito Qayyum Arfail, S.H memimpin jalannya forum. Dua nama pemuda maju sebagai calon ketua: Fadel Anugrah dan Dadang Sumarlin. Pemilihan berjalan demokratis, aspirasi peserta didengar, dan akhirnya Fadel Anugrah ditetapkan sebagai Ketua Umum Karang Taruna Pammesaran Padang Kalua.
Dalam pidato perdananya, Fadel berbicara lantang:
“Karang Taruna adalah agen perubahan, motor penggerak pembangunan, dan garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai luhur budaya bangsa. Mari kita manfaatkan Temu Karya ini untuk mempererat persatuan, meningkatkan gotong royong, dan mengembangkan potensi desa,” ujarnya.
Kata-kata Fadel memang memberi harapan, tetapi juga menyimpan tantangan. Sebab pemuda hari ini tidak hanya dituntut bicara gagah di podium, melainkan harus berani berhadapan dengan kenyataan pahit: keterbatasan anggaran desa, akses pendidikan yang timpang, dan budaya politik lokal yang seringkali mengebiri ruang kritis pemuda.
Temu Karya II Karang Taruna Pammesaran bukan sekadar pergantian kepemimpinan, melainkan sebuah ujian: apakah pemuda Padang Kalua akan benar-benar bangkit menjadi penggerak perubahan, atau kembali terjebak menjadi “pajangan seremonial” dalam bayang-bayang kekuasaan desa. (SB)