SAMBAR.ID, Palu, Sulteng - Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, memimpin langsung Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama seluruh kabupaten/kota di ruang Polibu, Kantor Gubernur, Rabu (3/9/2025).
Gubernur didampingi Wakil Gubernur dr. Reny Lamadjido, Kepala BI Sulteng Muhammad Irfan Sukarna, dan Kepala BPS Sulteng Imron Taufik J. Musa. Sejumlah bupati juga bergabung melalui zoom meeting.
Dalam pengantarnya, Gubernur menegaskan bahwa inflasi Sulteng per Agustus 2025 mencapai 3,62 persen year-on-year dan menempatkan daerah ini masuk 10 besar provinsi dengan inflasi tertinggi nasional.
“Kalau kita lihat per kabupaten, Tolitoli mencatat 5,70 persen, Morowali 5,69 persen, dan Banggai 4,66 persen. Tiga daerah ini harus segera bergerak cepat karena menjadi penyumbang terbesar inflasi Sulteng,” tegas Anwar.
Ia menyebut beras sebagai komoditas utama pemicu inflasi, terutama di Morowali, Tolitoli, dan Banggai. Karena itu, ia mendorong gerakan pasar murah yang lebih masif hingga ke desa-desa.
“Kita libatkan Bulog, TNI-Polri, kepala desa, camat, semua harus bergerak bersama. Hanya dengan cara itu harga beras bisa distabilkan, dan target kita tiga bulan ke depan inflasi harus turun di bawah 3,5 persen,” ujarnya.
Anwar menekankan pentingnya sinergi antara TPID provinsi dan kabupaten/kota agar langkah yang ditempuh berdampak langsung. Ia berharap rakor menghasilkan rekomendasi konkret yang bisa segera dijalankan.
“Kita tidak bisa hanya bicara konsep. Yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan nyata agar harga tetap terkendali,” tegasnya.
Kepala BI Sulteng, Muhammad Irfan Sukarna, mengungkapkan distribusi beras dari daerah produsen seperti Banggai dan Morowali justru lebih banyak terserap ke luar provinsi, termasuk Gorontalo dan Maluku Utara. Akibatnya, harga beras di Sulteng justru lebih tinggi dibandingkan daerah tujuan distribusi.
Ia menjelaskan, berdasarkan data BPS, hingga Agustus 2025 Sulteng masih mencatat surplus beras lebih dari 58 ribu ton. Dengan surplus itu, kebutuhan provinsi seharusnya tercukupi.
Namun alokasi distribusi yang tidak seimbang membuat stabilisasi harga terganggu. Karena itu, ia menekankan perlunya pengelolaan ulang alokasi beras agar pasokan untuk Sulteng diprioritaskan sebelum dijual ke provinsi lain.
Irfan juga mengingatkan faktor musim hujan di bulan Oktober yang dapat mengganggu proses pengeringan hasil panen. Menurutnya, upaya menjaga kualitas beras dan memperkuat rantai distribusi harus segera dilakukan, termasuk peningkatan kapasitas rice milling unit di daerah seperti Parigi Moutong.
“Kalau produksi bisa diolah maksimal di daerah sendiri, kualitas beras lebih terjaga dan distribusinya lebih lancar,” jelasnya.
Rakor ini menegaskan empat fokus utama TPID, yaitu menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta komunikasi efektif. Baik Gubernur maupun Kepala BI sepakat, pengendalian ekspektasi masyarakat sama pentingnya dengan menjaga stok beras.
“Otoritas harus hadir di pasar. Masyarakat harus yakin bahwa pemerintah menjaga harga tetap stabil. Ekspektasi positif ini akan membantu menahan laju inflasi,” pungkas Anwar Hafid. ***