Data yang dihimpun menunjukkan adanya kejanggalan dalam sejumlah pos belanja tahun anggaran 2024 dengan nilai fantastis mencapai Rp1,7 miliar lebih.
Belanja alat tulis, bahan cetak, hingga kertas HVS dipecah ke dalam puluhan paket pengadaan langsung.
Praktik ini diduga merupakan modus spliting anggaran untuk menghindari tender terbuka, sebagaimana dilarang Perpres No. 16 Tahun 2018.
Analisa sederhana menemukan belanja yang tidak masuk akal, antara lain: kertas HVS senilai Rp653 juta, alat tulis Rp764 juta, bahan komputer Rp1,07 miliar, materai Rp76 juta, hingga makanan rapat Rp533 juta. Aktivis menilai pola ini sarat mark up, pemborosan, dan belanja fiktif.
“Kalau kebutuhan kertas ratusan rim per bulan, kantor itu bukan lagi instansi pemerintah, tapi percetakan,” sindir seorang aktivis antikorupsi.
Dugaan praktik ini berpotensi melanggar UU Tipikor, UU Perbendaharaan Negara, UU Penyelenggaraan Negara Bersih dari KKN, serta Perpres Pengadaan Barang/Jasa.
Masyarakat mendesak Kejari Rohil, Kejati Riau, hingga KPK untuk mengusut kasus ini. Sejumlah pejabat BPKAD disebut-sebut berpotensi terseret, mulai dari kepala dinas hingga kepala bidang.
Hingga kini, BPKAD Rohil belum memberikan klarifikasi resmi.
Laporan: Legiman
Sumber: Masyarakat