APDESI Soroti SKB Lima Menteri!, Desa Jadi Kurir, Khawatir Negara Dikuasai Pengusaha?

Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Sinjai, Andi Azis Soi, (doc.foto)
Sambar.id, Sinjai, Sulsel -  Gelombang keresahan dari akar rumput semakin nyata. Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Sinjai, Andi Azis Soi, melontarkan Sorotan terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) Lima Menteri tentang Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.


Ia menilai, kebijakan tersebut berpotensi mengebiri otonomi desa, membuka ruang bagi dominasi perusahaan dalam proyek negara, dan bertentangan dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto tentang pembangunan berdaulat dan berdikari di atas kekuatan sendiri. 


“Kami di desa ini seperti kurir saja. Semua sudah diatur dari pusat—dari desain, anggaran, hingga pelaksana proyek. Kepala desa hanya disuruh siapkan lahan dan tanda tangan. Ini bukan lagi pemberdayaan, tapi perintah sepihak,” ujar Andi Azis Soi, Rabu (30/10/2025).


Pusat Mengatur, Desa Tak Berdaya?


Dalam SKB yang diteken oleh lima pejabat tinggi negara — antara lain Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa PDTT, Menteri Koperasi dan UKM, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan — seluruh pelaksanaan proyek dikendalikan oleh pusat melalui PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero).


Desa hanya diwajibkan menyediakan aset lahan dan mengalokasikan dana tanpa ruang untuk berinovasi atau menyesuaikan kebutuhan masyarakat lokal.


“Kalau semua dikontrol pusat, dan dikerjakan satu BUMN saja, itu bukan kolaborasi. Itu monopoli kebijakan yang berpotensi melanggar semangat otonomi dan partisipasi rakyat,” tegasnya.


Kepala Desa Tertekan, Anggaran Rawan Digelembungkan


Menurut Andi Azis, model proyek yang terlalu sentralistik sangat rawan penyimpangan, termasuk mark up anggaran dan tumpang tindih penggunaan dana publik.


“Kepala desa tidak tahu berapa nilai kontraknya, siapa pelaksananya, dan bagaimana pengawasannya. Risiko penggelembungan anggaran sangat besar. Sementara kepala desa sekarang sedang ‘bulan-bulanan’ — dana seret, tanggung jawab tinggi, tapi kebijakan makin menekan,” keluhnya.


Analisis Hukum: Negara Tak Boleh Dikuasai Korporasi


Pengamat tata kelola publik menilai, langkah pemerintah yang menyerahkan pelaksanaan proyek rakyat kepada satu perusahaan berpotensi bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundangan.

Beberapa dasar hukum yang relevan antara lain:

  1. Pasal 33 UUD 1945 — menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Ketika proyek publik dikendalikan korporasi, maka terjadi deviasi dari asas tersebut.
  2. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat — melarang pemberian hak eksklusif kepada entitas usaha tertentu tanpa proses kompetitif.
  3. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa — menegaskan bahwa pembangunan desa dilaksanakan berdasarkan prakarsa masyarakat, partisipasi, dan kearifan lokal.
  4. Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah — mewajibkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan dalam setiap pengadaan yang menggunakan dana publik.


Jika proyek “Koperasi Merah Putih” ditunjuk langsung kepada PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero) tanpa mekanisme partisipatif, maka hal itu berpotensi melanggar asas keadilan dan kemandirian daerah sebagaimana diatur dalam regulasi tersebut.


Amanat Presiden Prabowo: Jangan Jadikan Negara Pelayan Oligarki


Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai pidatonya menegaskan bahwa arah pemerintahannya adalah mengembalikan kedaulatan ekonomi bangsa ke tangan rakyat, bukan ke tangan segelintir pengusaha.


Dalam pidatonya saat pelantikan kabinet, Presiden Prabowo menegaskan:


“Negara ini tidak boleh dikuasai oleh kelompok kecil yang hanya memikirkan keuntungan. Pemerintah harus berpihak kepada rakyat kecil, kepada petani, nelayan, dan desa. Kita tidak boleh jadi pelayan oligarki.”


Sementara dalam amanatnya di Rapat Kerja Nasional Desa (Rakernas Desa) awal 2025, Presiden kembali menekankan: 


“Dana Desa bukan untuk memperkaya kontraktor, tapi untuk memperkuat rakyat di bawah. Saya ingin kepala desa berdiri tegak, menjadi pemimpin sejati di wilayahnya — bukan sekadar pelaksana perintah birokrasi.”


Pernyataan itu menjadi cermin kontras antara amanat Presiden dan praktik lapangan yang kini dikeluhkan para kepala desa.


APDESI Sinjai: Kami Tak Menolak, Tapi Menuntut Keadilan


Andi Azis menegaskan, pihaknya tidak menolak semangat pembangunan nasional, namun menolak model kebijakan yang menyingkirkan partisipasi desa.


“Kami tidak menolak program Koperasi Merah Putih, tapi tolong libatkan kami dari awal. Jangan semua diatur dari atas. Desa bukan bawahan, tapi mitra negara yang punya hak untuk menentukan masa depannya sendiri,” tutupnya tegas.


Sorotan APDESI Sinjai adalah alarm bagi pemerintah agar tak keluar dari rel konstitusi dan amanat Presiden.


Ketika kebijakan publik dikendalikan oleh perusahaan, rakyat hanya akan jadi penonton dari panggung ekonomi yang dibayar dengan uang mereka sendiri.


Negara kuat bukan karena proyek besar, tapi karena desa yang berdaya. (sb)

Lebih baru Lebih lama