Pertanyakan Kejanggalan Surat Panggilan Polisi!, Panggilan Kedua Menguatkan Dugaan Mafia Tanah Dipelihara dan Dilindungi di Makassar?


Sambar.id, Makassar, Sulsel -
Kasus dugaan kejanggalan pemanggilan saksi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulawesi Selatan terus bergulir dan kini menjadi sorotan publik.


Meski telah dilaporkan ke Propam Polda Sulsel dan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulsel, panggilan kedua tetap dilayangkan kepada salah satu ahli waris almarhum H. Taman bin Yambo, yakni Andi Arif Yanto.


Langkah ini menimbulkan tanda tanya besar dan memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa dalam proses penanganan perkara di tubuh Polda Sulsel.


Laporan ke Propam dan Ombudsman

Tanda Terima laporan ombudsman, Propam polda dan wasidik Polda Sulsel

Sebelumnya, pada 24 September 2025, ahli waris melalui perwakilannya Andi Arif Yanto bersama kuasa hukumnya telah melaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel.


Laporan itu menyusul terbitnya Surat Panggilan Saksi Nomor: S.Pgl/Saksi.I/2389/IX/RES.I.II/2025/Krimum, tertanggal 19 September 2025, yang ditujukan kepada A. Hasanuddin untuk hadir memberikan keterangan terkait dugaan penggelapan hak atas barang tidak bergerak, berdasarkan LP Nomor: LP/B/71/I/2024/SPKT POLDA SULSEL.

Baca Juga: Sidang Lanjutan Kasus Korupsi PT. Timah, Wartawan Sambar id Kembali Jadi Saksi di PN Jakarta Pusat

Dalam pengaduannya, pihak ahli waris menilai surat panggilan tersebut janggal, sebab nama-nama yang tercantum tidak memiliki hubungan dengan laporan yang dimaksud.


“Kami menghormati proses hukum dan siap memenuhi panggilan bila jelas dasar dan pihak pelapornya. Namun surat ini menimbulkan kesan seolah-olah kami terkait kasus pidana, sehingga merugikan nama baik keluarga,” ujar Andi Arif Yanto, di Makassar (24/9/2025).


Surat pengaduan itu ditembuskan kepada Direktur Reskrimum Polda Sulsel Cq. Kabag Wassidik, dengan permintaan agar dilakukan pengawasan terhadap proses penyidikan serta perlindungan hukum bagi warga negara yang merasa dirugikan oleh tindakan tidak transparan.

Baca Juga: Amanat Presiden Dibajak Elit Kota Daeng?, LMP Tak Diam!

Propam Polda Sulsel telah menerima laporan tersebut secara resmi, sebagaimana tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Pengaduan atas nama Andi Arif, tertanggal 24 September 2025.


Tak berhenti di situ, Andi Arif juga melaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Sulsel pada 29 September 2025, dengan tanda terima dan cap resmi lembaga pengawas pelayanan publik tersebut.


Panggilan Kedua di Tengah Pengawasan

Surat Panggilan I dan Surat panggilan II

Namun di tengah proses pengawasan etik dan administrasi oleh dua lembaga itu, Ditreskrimum Polda Sulsel justru mengeluarkan surat panggilan kedua bernomor: S.Pgl./Saksi.2/2473/IX/RES.1.11/2025/Krimum, tertanggal 6 Oktober 2025.


Surat tersebut memerintahkan Andi Arif untuk hadir di Kantor Ditreskrimum Polda Sulsel pada Senin, 13 Oktober 2025 pukul 13.30 Wita, ditandatangani oleh AKBP Amri Yudhy S.S.K., M.H., selaku Wadir Penyidik.


Publik mempertanyakan alasan Polda Sulsel tetap melanjutkan proses pemanggilan meskipun laporan etik dan maladministrasi masih berjalan.


“Kalau laporan sudah masuk Propam dan Ombudsman, mestinya ada jeda pemeriksaan internal dulu. Tapi ini justru panggilan kedua keluar lagi, seolah ingin mendahului proses pengawasan,” ujar salah satu pemerhati hukum di Makassar.

Baca Juga: Diduga Oknum Aparat Hukum Bekingi Mafia Tanah di Balik Sengketa Lahan 8,4 Hektare di Makassar

Langkah ini dinilai mencerminkan potensi konflik kepentingan dalam penyidikan. Para ahli hukum dan aktivis meminta Kapolda Sulsel turun tangan untuk memastikan prosedur berjalan sesuai asas profesionalitas dan netralitas hukum.


Bayang-Bayang Kasus Lama: Nama Adrian Waworuntu Kembali Mencuat


Nama Adrian Herling Waworuntu, yang kini disebut sebagai Komisaris PT Aditarina Lestari, kembali mencuat.


Sosok ini dikenal sebagai terpidana seumur hidup kasus pembobolan Bank BNI Rp 1,7 triliun bersama Maria Pauline Lumowa melalui skema Letter of Credit (L/C) fiktif.

Baca Juga: Disinyalir Sejumlah Oknum Polisi di Bulukumba Bertindak Bagai Maling, Mobil Warga Dirusak Lalu Diderek ke Kantor

Kini, nama Adrian muncul kembali lewat sengketa lahan PT Aditarina Lestari di Sudiang Raya, Makassar. 


Ahli waris H. Taman bin Yambo menolak klaim perusahaan tersebut dan menduga adanya praktik mafia tanah yang melibatkan oknum aparat dan korporasi lama.


“Kami hanya ingin mempertahankan hak waris orang tua, tapi diperlakukan seperti pelaku kejahatan,” ujar Andi Arif.

“Polisi harus netral, bukan alat mafia tanah,” tegas kuasa hukum ahli waris, Andi Alfian, S.H.


Dugaan Perlindungan Oknum dan Respons Aparat

Sejumla aparat tampa ada dilokasi

Beberapa inisial oknum aparat disebut hadir dalam pengukuran lahan sengketa, antara lain B (Unit Tahban) dan S (Polsek Biringkanayya).


Namun Polrestabes Makassar menegaskan bahwa kehadiran personel Polri hanya untuk pengamanan teknis, bukan membekingi pihak tertentu.


“Anggota Polri hadir atas permintaan pengamanan dari PT Aditarina, bukan untuk membekingi,” ujar AKP Wahiduddin, Kasi Humas Polrestabes Makassar (22/9/2025).


Meski demikian, sejumlah pihak menilai tindakan tersebut tetap berpotensi melanggar prinsip netralitas dan integritas institusi, sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.


Surat Terbuka untuk Presiden dan Kapolri


Sebagai bentuk perlawanan hukum, ahli waris mengirim surat terbuka kepada Presiden H. Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dengan tembusan ke Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman RI.


 “Kami rakyat kecil hanya ingin hak kami dihormati. Jangan biarkan aparat menjadi pelindung kezaliman,” tulis ahli waris dalam surat bertanggal 5 Oktober 2025.

Baca Juga: Penasehat Sambar.id, Poengky Indarti, Turut Perkuat Arah Reformasi Polri

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan dalam pidato Hari Lahir Pancasila, 2 Juni 2025:


 “Jangan biarkan pejabat berbuat sekehendaknya. Jangan menipu rakyat, jangan mencuri kekayaan rakyat.”


Keadilan untuk Rakyat, Ujian untuk Hukum


Kasus PT Aditarina Lestari kini menjadi simbol benturan antara kekuasaan korporasi dan hak rakyat kecil.


Bayang-bayang masa lalu Adrian Waworuntu yang mengguncang dunia perbankan, kini muncul dalam wujud sengketa tanah rakyat.


Keadilan tak akan hadir bila hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Baca juga: Melawan Pentolan Rentenir Takalar?, Istri Polisi Ditangkap Polisi di Rumah Polisi Tidak Sadar Ditanduh Polisi!

Di atas setiap jengkal tanah yang disengketakan, ada air mata rakyat kecil yang menuntut kebenaran.


Publik berharap aparat penegak hukum dan pemerintah benar-benar menegakkan prinsip bahwa “hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas.”


Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Aditarina Lestari, Polda Sulsel, dan otoritas terkait masih dikonfirmasi.


Selengkapnya, simak video investigasi eksklusif tim media terkait dugaan perlindungan oknum aparat di Makassar.


Lebih baru Lebih lama