Pasca Kejagung Segel Istana Mahkota Timah!, Bos Agat Menghilang Tanpa Jejak?

Ilustrasi (doc.foto)
Sambar.id, Babel – Rumah megah bergaya Eropa di Desa Parit 3, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, kini hanya menyisakan garis segel merah bertuliskan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. 


Bangunan mewah itu, yang selama ini dikenal sebagai “Istana Mahkota Timah” milik Agat, salah satu kolektor besar timah di Pulau Bangka, resmi disegel oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) bersama Satgas Halilintar, Selasa malam, 30 September 2025.


Namun yang mengundang tanda tanya publik — sejak penyegelan berlangsung, Bos Agat menghilang tanpa jejak. 


Tak ada lagi aktivitas di sekitar rumahnya, dan hingga berita ini diterbitkan, keberadaan sang kolektor masih misterius.


Aset Mewah Bernilai Puluhan Miliar Disita


Menurut sumber internal penyidik, rumah tersebut ditaksir bernilai Rp15–20 miliar, diduga kuat berasal dari hasil kegiatan tata niaga dan penampungan timah ilegal. 


Agat disebut merupakan salah satu pendiri CV MBS, mitra lama PT Timah Tbk, yang namanya pernah mencuat dalam perkara Tipikor 73 ton bijih timah bercampur slag tahun 2021.


Dalam kasus itu, Agat bersama dua rekannya, AS (pejabat PT Timah) dan Tajudi (Direktur CV MBS), sempat divonis bebas oleh Majelis Hakim PN Pangkalpinang pada 25 Mei 2021. 


Namun kini, nama yang sama kembali mencuat — bukan sebagai terdakwa di ruang sidang, melainkan sebagai target penyitaan aset oleh Kejagung RI.


Dari Vonis Bebas ke Bayang Buron


Empat tahun silam, Agat sempat dielu-elukan karena vonis bebasnya. Ia bahkan merayakan kebebasan itu dengan mandi di pantai Sungailiat. Namun kali ini, publik melihat babak baru yang kontras.


Agat kembali dikaitkan dengan skandal korupsi dan penyelundupan timah ilegal senilai Rp300 triliun, hasil dari pengembangan perkara lima korporasi smelter besar di Bangka Belitung.


Kejagung menegaskan, penyitaan aset tersebut merupakan tindak lanjut dari penyelidikan menyeluruh terkait praktik tata niaga timah ilegal yang merugikan negara secara masif.


Pernyataan Tegas dari Kejagung


Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menegaskan bahwa penyitaan aset kolektor timah adalah bagian dari komitmen nasional memberantas praktik tambang ilegal.


“Kasus ini berawal dari praktik ilegal dalam pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun,” tegasnya dalam penyerahan aset rampasan negara kepada PT Timah Tbk, Senin (6/10/2025).


Sementara itu, Jampidsus Febrie Adriansyah menyebut proses hukum terhadap para kolektor besar masih berlanjut.


“Sedang didalami mereka-mereka (kolektor) itu. Sabar, tunggu saja hasilnya,” ujarnya di Jakarta.


Dasar Hukum dan Regulasi Penindakan


Penyitaan aset dan penyegelan Istana Mahkota Timah dilakukan dengan dasar hukum yang kuat:

  • Pasal 39 KUHP – tentang perampasan barang hasil tindak pidana.
  • Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 – tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Pasal 45 KUHAP – tentang penyitaan barang bukti dalam proses penyidikan.
  • Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2024 – tentang percepatan pemberantasan tambang ilegal dan penyelundupan hasil tambang.
  • Peraturan Jaksa Agung No. 1 Tahun 2021 – tentang standar penanganan perkara tindak pidana korupsi.
  • PP No. 105 Tahun 2023 – tentang Tata Kelola Komoditas Timah Nasional.


Misteri Publik


Warga sekitar menyebut, dua hari sebelum operasi Kejagung berlangsung, Agat terlihat meninggalkan kediamannya menggunakan mobil hitam. 


Setelah itu, tidak ada lagi kabar. Rumah mewah yang dulunya ramai dijaga satpam kini hanya dijaga oleh sunyi dan garis segel resmi Kejagung.


Rakyat Bangka Belitung kini bertanya-tanya — apakah Kejagung dan Satgas Halilintar benar-benar akan menuntaskan jaringan besar tambang ilegal ini hingga ke akar, atau justru kasus ini kembali tenggelam di tengah riuhnya bisnis timah yang penuh kepentingan. (Ansori)

Lebih baru Lebih lama