Warga Sei Temiang Protes Keras: Lahan 20 Tahun Dikelola Petani Mendadak Dijual BP Batam ke Pengembang




Sambar.id, Batam – Konflik lahan kembali memanas di Sei Temiang, Tanjung Riau, Kecamatan Sekupang. Pak Ray, pembudidaya ikan air tawar dan petani sayur yang sudah lebih dari 20 tahun menempati lahan tersebut, mengaku tak menyangka area yang mereka kelola puluhan tahun itu ternyata telah dijual BP Batam kepada pengembang properti pada 2024.

Menurut penuturan Pak Ray, proses pengajuan dan persetujuan lahan kepada dua perusahaan PT Rejeki Tiga Bersaudara dan PT Seribu Samosir Abadi terbilang sangat cepat. Hanya dalam sekitar 18–20 hari, lahan yang sudah lama dikelola warga tiba-tiba dialokasikan kepada pihak swasta.

“Kami bukan pendatang liar. Kami dialokasikan sendiri oleh BP Batam sejak 2001, dipindahkan dari Dam Duriangkang ke Sei Temiang. Lahan yang kami tempati ini bahkan sudah berstatus cepsen area, lahan siap olah,” ujar Pak Ray. “Nyatanya, sekarang malah dibilang kawasan yang tak berpenghuni, padahal di sinilah sumber hidup kami.”


Ia juga mengungkapkan, dalam kesepakatan pemindahan dulu, warga dijanjikan pembebasan UWTO selama 5 tahun, kemudian sistem sewa dan bagi hasil. Namun kini, janji itu seperti hilang begitu saja setelah BP Batam memberi lampu hijau kepada pengembang.

Kehadiran Direktur Lahan BP Batam, Ilham, bersama jajaran pejabat lainnya pun tak membuat situasi mereda. “Tidak ada jawaban yang memuaskan. Kami hanya diminta menerima keputusan,” kata seorang warga.

Sementara itu, warga RT 02/07 Sei Temiang sudah tiga kali mengajukan permohonan pembayaran UWTO, tetapi selalu ditolak BP Batam dengan berbagai alasan. Ironisnya, di saat permohonan warga ditolak bertahun-tahun, pengajuan perusahaan justru disetujui kurang dari sebulan.


Merasa diperlakukan tidak adil, warga sepakat menempuh jalur hukum. Mereka menguasakan kasus ini kepada pengacara Bali Dalo, SH, untuk melawan rencana penggusuran dan meminta kejelasan status lahan.

Saat diwawancarai awak media, Bali Dalo mengatakan pihaknya sudah melayangkan surat resmi kepada BP Batam. Ia menilai surat pemberitahuan penggusuran yang dikirimkan Ditpam BP Batam salah alamat.

“Surat itu seharusnya ditujukan kepada Kepala BP Batam, bukan ke Tim Terpadu. Ini saja sudah menunjukkan prosedur yang tidak benar,” tegasnya.

Konflik ini semakin memanas karena menyangkut mata pencaharian puluhan petani dan pembudidaya ikan. Warga menegaskan mereka akan tetap bertahan dan menuntut keadilan atas lahan yang telah mereka kelola sejak dua dekade lalu.

Penulis : Guntur Harianjda 
Editor : redaksi sambar id
Lebih baru Lebih lama