Sambar.id//Bekasi - Sampah sisa kegiatan yang diduga berasal dari Badan Gizi Nasional (BGN) menjadi sorotan setelah dilaporkan menumpuk dan belum diangkut selama dua hari di tempat pembuangan. Persoalan ini memunculkan pertanyaan publik mengenai komitmen lembaga pemerintah terhadap pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan.
Informasi yang dihimpun, tumpukan sampah bekas kegiatan BGN itu berada di lokasi yang disebutkan oleh warga, dan telah dibiarkan tanpa penanganan memadai sejak tumpukan itu terlihat. Kondisi ini dikhawatirkan mengganggu kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
Badan Negara Wajib Kelola Sampah Berwawasan Lingkungan
Badan Gizi Nasional sendiri adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas melaksanakan pemenuhan gizi nasional, dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024. Sebagai lembaga negara, BGN juga terikat pada regulasi pengelolaan sampah di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan (Pasal 5 UU No. 18/2008).
Selain itu, UU ini juga mengatur bahwa setiap orang, termasuk entitas seperti lembaga pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan, dalam pengelolaan sampah wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan (Pasal 12 UU No. 18/2008).
Potensi Pelanggaran Hukum dan Pasal yang Mengintai
Aksi membiarkan sampah menumpuk dan tidak diangkut dalam jangka waktu lama, apalagi jika dilakukan oleh badan pemerintah, berpotensi melanggar ketentuan hukum lingkungan.
Salah satu larangan utama dalam UU Pengelolaan Sampah adalah:
1. Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan (Pasal 29 huruf e, UU No. 18 Tahun 2008).
Jika tumpukan sampah tersebut dibuang di luar tempat penampungan sementara (TPS) yang sah atau di lokasi yang tidak semestinya, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran.
Sanksi Pidana dan Denda:
Berdasarkan Pasal 40 pada Undang-Undang yang sama, diatur bahwa bagi yang melanggar ketentuan larangan seperti Pasal 29 huruf e, dapat dikenai sanksi. Walaupun sanksi spesifik bisa berbeda tergantung jenis sampah dan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) setempat, pada umumnya pelanggaran tersebut dapat diproses sebagai berikut:
Pasal 40 UU No. 18 Tahun 2008 mengatur bahwa sanksi bagi yang membuang sampah tidak pada tempatnya dapat berupa pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sesuai dengan Perda masing-masing wilayah.
Selain UU Pengelolaan Sampah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) juga memperkuat bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan wajib membayar ganti rugi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Badan Gizi Nasional terkait penumpukan sampah ini. Publik menantikan langkah cepat BGN untuk menangani persoalan ini dan memastikan pengelolaan sampah institusi dilakukan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.(*)
Red.







.jpg)
