Pasca Agat Cs, Mafia Tambang di Babel Masih “Berlindung” di Balik Politik?


Sambar.id, Bangka, Babel
– Pasca pengeledahan dan penyitaan aset milik Herman Fu, salah satu aktor besar di dunia tambang ilegal, publik Bangka Belitung (Babel) menyoroti langkah hukum selanjutnya. 


Dugaan keterlibatan oknum-oknum berpengaruh dalam aktivitas tambang ilegal menimbulkan kekhawatiran adanya perlindungan atau “backing mafia tambang” yang memperlambat penegakan hukum.


Selama ini, penegakan hukum di Babel terhadap kasus tipikor berjalan cepat dan tegas. Contohnya:


Penjualan lahan untuk tambak udang di Pulau Labu dan Lepar Ponggok, Bangka Selatan, oleh mantan Bupati Justiar Noer dan mantan Camat, senilai ± Rp46 miliar.


Penetapan tersangka Ketua KONI Belitung, M. Amin, terkait dana hibah atlet. Penetapan Wakil Gubernur Helyana terkait tunggakan biaya sewa hotel senilai Rp22 juta. Kasus malpraktik Dr. RSA yang masih berlangsung di persidangan.


Namun, dugaan praktik tambang timah ilegal, perusakan hutan, penyelundupan pasir timah, dan kepemilikan alat berat ilegal terkesan “jalan di tempat.” Pengeledahan awal di beberapa titik, termasuk aset Agat dan Herman Fu pasca Aon Cs, tidak diikuti tindakan tegas, seolah hasilnya hilang ditelan angin.


Warga Babel menilai lambannya penegakan hukum menunjukkan adanya permainan politik dan perlindungan terhadap “oknum besar” yang terlibat. Bukti awal bahkan mengindikasikan keterlibatan aktor dengan jaringan kuat yang masih aktif dalam aktivitas tambang ilegal hingga kini.


“Ini ibarat buah simalakama: dimakan mati bapak, tidak dimakan mati emak. Banyak hantu berayun,” ujar seorang anggota swadaya masyarakat, menggambarkan kompleksitas mafia tambang di Babel.


Dasar Hukum dan Regulasi


Langkah hukum terhadap dugaan tambang ilegal dan perusakan lingkungan mengacu pada beberapa peraturan:

  1. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) – mewajibkan izin usaha pertambangan resmi dan melarang aktivitas tanpa izin.
  2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) – menetapkan sanksi bagi perusakan kawasan hutan dan lingkungan.
  3. PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Tambang – mengatur pemulihan lingkungan pasca pertambangan.
  4. KUHP Pasal 372 dan 378 – mengatur penggelapan dan penipuan terkait penggunaan aset atau alat berat ilegal.
  5. UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi – berlaku jika terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang atau persekongkolan oknum besar dalam tambang ilegal.


Masyarakat Babel menuntut agar aparat hukum bergerak tanpa kompromi, menindak tegas siapapun yang terbukti terlibat, untuk memastikan tidak ada “zona aman” bagi mafia tambang yang merusak alam dan merugikan negara. (@ns)

Lebih baru Lebih lama