Sambar.id Babel 12/3/24 Dalam sistem produksi perusahaan pertambangan tentunya melalui mekanisme atau proses kegiatan pertambangan yang secara umum menerapkan good mining Practice.
Dimana pada kegiatan tambang mineral dan batu bara ada proses dan hasil produksi yang dihasilkan mekanisme yang secara umum sama.
Mulai dari kegiatan penyelidikan umum---->ekplorasi ----->ekploitasi ---->pengolahan ----->peleburan ------>pemasaran mineral dan batubara.
Dan pelaksanaan pasca tambang yang pararel dengan bukaan lahan tambang.
Khususnya dalam bisnis pertimahan dibabel kita ambil sampel diperusahaan BUMN yaitu PT Timah Tbk juga wajib melaksanakan kegiatan dan kewajiban sebagai perusahaan tambang timah sesuai regulasi yang ada baik undang undang maupun peraturan pemerintah dan atau permen terkait kaidah pertambangan yang baik dan benar.
Dimana kegiatan eksploitasi tambang timah saat ini baik didarat( land mining) atau diLaut offshore mining menjadi dilematis dengan ketersedian cadangan timah yang ada.
Secara umum dampak lingkungan atau ekologis serta permasalahan hukum menjadi dilema yang dihadapi perusahaan tambang timah diBabel ini.
Terkhusus data cadangan timah yang tertuang dalam RKAB yang disampaikan berbanding terbalik dengan fakta dilapangan .
Dimana cadangan terukur (mesureable) belum tentu bisa dikerjakan dan terhalang dengan kondisi sosial,kawasan hutan dan Wilayah sektor lain yang juga berada dalam IUP tambang atau menjadi daerah atau cadangan probable (tidak tertambang).
Khusus dalam hal proses bisnis pertimahan dibabel saat ini sejak dibukanya regulasi timah bukan lagi sebagai mineral strategis dimana dulunya dikelola dan pemanfaatan oleh negara , dimana perusahaan maupun masyarakat secara regulasi bisa menambang timah secara bebas.
Hal ini yang menyebabkan cadangan terukur dari pemilik IUP menjadi kacau balau .
Saat ini dibangka Belitung komitmen pemerintah daerah dan pengusaha timah terkait kegiatan eksplorasi,ekploitasi dan pengelolaan timah sampai ke ekspor timah menjadi benang kusut yang mulai mengakibatkan keterpurukan ekonomi dan dampak lingkungan Babel menjadi sangat kritis .
Kondisi terburuk karena perencanaan dan pengelolaan tambang serta pasca tambang tidak dikelola secara baik dan benar.
Dengan kondisi cadangan yang menipis karena dilakukan kegiatan ilegal mining menyatroni tidak hanya lokasi tambang dalam WIUP namun juga diluar WIUP Penambangan menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem yang hancur lebur dan jelas membuat iklim bisnis pertimahan dibabel menjadi tidak kondusif.
Upaya perusahaan BUMN guna mendapatkan kembali aset perusahaan yaitu mineral timah dengan adanya kebijakan perusahaan menjadi dilematis dengan kasus hukum karena bertentangan dengan regulasi yang ada.
PT timah sebagai Perusahaan pertimahan satu satunya diindonesia seolah seperti perusahaan kelas anak bawang dimana produksi yang dihasilkan hanya sekitar 20-30% saja dari produksi ekspor balok timah Babel diperiode tahun 2000-2015 lalu.
Terpuruknya jumlah produksi timah membuat suasana kegalauan menerpa perusahan negara untuk tetap survive dan berupaya maksimal mendapatkan kembali aset timah yang hilang dalam WIUP yang menguasai +- 80 % cadangan timah diBabel.
Puncaknya dengan kebijakan direksi dilakukan pola kerjasama kemitraan dengan pihak Smelter swasta dan sistem pengamanan aset yang memberikan konstribusi maksimal dengan data ekspor balok timah tertinggi didunia pada 2019 lalu.
Namun dampak lingkungan dan ekologi yang hancur selama ini menjadi kesalahan fatal aktivitas pengelolaan pertambangan timah diBabel seolah dibebankan kepada kebijakan perusahaan BUMN yang saat ini menjadi kasus hukum dengan kerugian negara yang sangat besar .
Kembali saat ini perusahaan tambang timah baik BUMN dan swasta menjadi serba salah dalam melaksanakan bisnisnya dikarenakan dampak hukum membuat perusahaan lebih berhati hati bahkan terkesan takut karena pihak kementrian terkait yaitu ESDM pun ditenggarai belum mengeluarkan RKAB pada beberapa perusahaan smelter swasta diBabel yang selama ini memang terkesan mempunyai dara cadangan diatas kertas saja.
PT Timah Tbk dalam hal ini pun mulai melakukan langkah strategis dan mulai melakukan pola kemitraan masyarakat dengan menampung timah penambang rakyat dengan dibentuknya koperasi penambangan rakyat.
Karena disadari untuk melakukan aktivitas tambang dalam WIUP secara mandiri memerlukan cost yang sangat besar dalam mendapatkan bijih timah,dan belum lagi kompensasi serta ganti rugi lahan masyarakat serta perusahaan yang sudah dimanfaatkan diatas lokasi cadangan IUP PT Timah Tbk baik HGU ataupun masuk zona tangkap nelayan diLaut .
Langkah yang dilakukan manajemen PT Timah dibawah dirut IR.Ahmad Dani Virsal,MBA sebenarnya harus dilakukan karena memang secara masiv produksi terbesar Babel berasal dari penambang rakyat yang sebagian besar dilakukan secara ilegal .
(Ansory)