Sambar.id, Bangka Belitung - Mungkin terlalu berlebihan jika dikatakan PT Timah Tbk tidak memahami permasalahan pengawasan terkait produksi didalam WIUP nya sehingga banyak timahnya seolah olah lompat pagar. Rabu (15/05/2024)
Menurut informasi dari penambang dan para mitra kerja tambangnya menyampaikan bahwa untuk mendapatkan SPK tambang PT Timah ini tidaklah mudah.
Selain menyiapakan badan usaha kemitraan juga mengurusi dan Surat izin usaha jasa pertambangan atau SIUJP dan kelengkapan administrasi lainnya sebagai syarat utama menjadi mitra tambang, dengan melengkapi sub bidang usaha tambang darat atau tambang laut.
Sebelum masuk ke teknis dilapangan mitra kerja ini mengajukan surat permohonan SP atau kemitraan terlebih dahulu ke direktorat dan divisi terkait.
Kemudian baru bisa mengurus pengajuan SPK atau surat perintah kerja yang Secara adminitrasi jika sudah punya SP kemitraan mungkin bisa dianggap sudah 50% la berkas permohonan tersebut secara administrasi bisa keluar SPK nya.
Jika kita ambil contoh untuk tambang laut berkelas ponton isap produksi atau PIP ,mitra kerja SPK PIP harus menyiapkan unit ponton yang berstandar dengan rekomendasi dari tim K3LH dan wastam PIP PT Timah terkait surat izin layak operasi dan finalnya keluarla SPK PIP.
Dilain sisi pun tidak dipungkiri ada peran subyektif seorang wastam dan kepala unit sampai level general manager dan dirkasi pun mempengaruhi terbitnya sebuah izin SPK.
Bayangkan betapa panjang proses administrasi yang harus ditempuh sang mitra kerja tambang ,jadi bisa dibayangkan jika hal ini diurusin oleh penambang rakyat yang ingin bekerja legal dengan persyaratan -persyaratan adminitrasi diatas tentunya hal yang patut dicermati juga kenapa sistem koordinasi lebih dominan terjadi dibangka Belitung.
Nah fokus dengan kelas tambang PIP laut dari berbagai sumber antara lain dari pelaku usaha dan penambang mengatakan jika saat ini mereka bekerja dengan pihak CV ber SPK dan berkewajiban untuk mengeluarkan fee dengan nilai nominal tertentu antara lain fee berupa pajak PPh 21,PPh 23 dll yang menurut pihak CV ber SPK karena itu kewajiban mereka dan tentunya dipotong saat mengirimkan hasil produksi mereka ke gudang PT Timah setelah timah yang dikirim dibayarkan kemitra oleh PT timah.
Kenyataanya dilapangan terkait pembayaran bijih timah para penambang malah ada pihak lain diluar CV atau dikenal bos penalang dana yang melakukan pembayaran harian bijih timah penambang ,dan segala biaya tetek bengek lainya.
Sampai dihasilkan pasir timah kering berkadar 70% up ke gudang penerimaan PT Timah Tbk.
Terkait harga beli timah penambang
Dengan Target PT timah dengan kadar tinggi sesuai standar penerimaan gudang +- 70% Sn yang berlaku untuk produksi tambang darat atau laut ,maka diperlukan proses pengolahan pasir timah dan pengorengan pasir timah yang berasal dari penambang atau istilahnya proses loby dan pengorengan pasir timah guna menghilangkan kadar air dan upgrade kadar Sn.,tentunya menambah biaya proses produksi dan mengurangi kuantitas timah yang diperoleh dari penambang.
Dengan resiko tersebut pihak mitra SPK terpaksa memangkas harga beli pasir timah penambang jauh dari harga di pasaran ,belum lagi ditambah proses pembayaran bijih timah oleh PT timah ke pihak CV bisa memakan waktu yang lama untuk pencairan bisa berminggu-minggu atau bulanan .
Dan dengan harga logam timah dunia yang saat ini bergerak naik dilevel tertinggi +- $ 32.000 seharusnya ada penyesuaian kenaikan harga timah yang cukup siginifikan dari PT Timah Tbk yang berkisar +- 220 ribu /kgSn kering ,sedangkan harga yang dibayarkan kepenambang saat ini berkisar antara rp.90.000 sd 100.000,00 perkg
Jadi pertanyaan besar ke PT timah Tbk yang mengalami kerugian 500 miliar sesuai Hasil RUPS dijakarta pada 08/05/2024 lalu, tentunya membuat masyarakat bingung, kok bisa rugi?
dari mana ?? sedangkan pada proses penambangan yang 90% dilakukan mitra usaha semua biaya operasi bahkan kompensasi ke masyarakat ditanggung mitra kerja tambang , bahkan pembayaran timah penambang seperti PIP juga dibayarkan setiap hari oleh mitra usaha." Jelas seorang narsum yang berprofesi sebagai penambang .
Jadi klise yang dialami penambang saat ini tentunya tidak lepas dari mekanisme administrasi dan aturan diPT timah Tbk sendiri yang menurut narsum belum dan bahkan memang tidak ada niat untuk memperbaiki sistem kerja tambang dan pengawasannya.
(Editorial:m.Ansory)