SAMBAR.ID// JAKARTA – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui sepuluh permohonan penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme Restorative Justice (RJ). Selasa 21 Mei 2025
Keputusan ini menandai langkah progresif dalam penegakan hukum di Indonesia, menempatkan pemulihan dan perdamaian sebagai prioritas.
Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kasus penggelapan sepeda motor di Bantul, Yogyakarta.
Kasus ini melibatkan almarhum Suradi bin Atemo Suseno, seorang mandor bangunan yang terpaksa menggadaikan sepeda motor milik S. Netty Indrawati untuk membiayai pengobatan anaknya yang mengidap kanker.
Meskipun tindakannya melanggar hukum, motivasi kemanusiaan di balik perbuatannya menjadi pertimbangan penting dalam penerapan RJ.
Perdamaian tercapai dengan kesepakatan ganti rugi, menunjukkan bahwa keadilan tak selalu identik dengan hukuman penjara semata.
Penerapan RJ dalam sepuluh kasus ini, yang meliputi berbagai tindak pidana seperti penganiayaan, pencurian, dan penipuan, menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan akses keadilan yang lebih humanis. Syarat-syarat penerapan RJ, seperti permintaan maaf dari tersangka, permohonan maaf dari korban, dan kesepakatan damai yang sukarela, menjamin proses yang adil dan bermartabat bagi semua pihak.
Keberhasilan penerapan RJ ini bukan hanya tentang menghindari proses peradilan yang panjang dan birokratis, melainkan juga tentang memulihkan hubungan yang rusak dan membangun komunitas yang lebih harmonis.
Semoga langkah ini dapat menjadi inspirasi bagi penegakan hukum di Indonesia untuk terus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan restoratif.
Langkah ini juga menjadi bukti bahwa hukum bukan hanya sekedar hukuman, tetapi juga tentang pemulihan dan rekonsiliasi.
Keadilan sejati bukan hanya tentang hukuman, tetapi juga tentang pemulihan dan pemaafan.
Empati dan pemahaman menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik dan membangun masyarakat yang lebih damai. (Dzoel sb)