SAMBAR ID// PASURUAN OPINI- Belakangan ini, sejumlah media lokal dan nasional ramai memberitakan insiden dugaan peluruh nyasar di wilayah Grati, Pasuruan. Sayangnya, alih-alih menghadirkan informasi yang jernih dan berimbang, publik justru disuguhi narasi miring yang cenderung membentuk opini sesat — bahkan sebelum fakta teknis ditelusuri secara objektif. Jum at (30/05/2025)
Padahal, jika kita mau sedikit menggunakan akal sehat dan pemahaman dasar tentang balistik, kasus ini justru menyimpan banyak kejanggalan yang patut dipertanyakan.
Disebutkan bahwa korban terkena tembakan dari senjata berat jenis GPMG kaliber 7,62 mm — senjata dengan kecepatan tembak 730 meter per detik dan jarak efektif hingga 1000 meter.
Jika benar demikian, maka mustahil luka yang ditimbulkan hanya selebar 1,5 sentimeter dengan kedalaman setengah sentimeter. Perlu diketahui, peluru GPMG di jarak efektif bisa menembus logam, mematahkan batang pohon, bahkan menghancurkan batu.
Yang lebih mencengangkan, proyektil yang ditemukan disebut dalam kondisi utuh — tanpa lecet, tanpa penyok, tanpa kerusakan sedikit pun. Lalu muncul klaim bahwa luka terjadi akibat recochet (pantulan peluru). Logikanya, peluru yang telah memantul pasti mengalami deformasi fisik akibat tumbukan dengan benda keras. Jika peluru masih utuh, maka klaim tersebut otomatis gugur secara ilmiah.
Tak berhenti di sana. Fakta teknis lainnya: suhu peluru saat keluar dari laras mencapai 1500 hingga 2000 derajat Celsius. Jika peluru tersebut benar-benar mengenai tubuh korban, seharusnya muncul luka bakar atau bekas melepuh. Namun dari hasil pemeriksaan, luka bersih dari indikasi termal. Tidak ada luka bakar, tidak ada jaringan yang menghitam, bahkan tidak ada efek panas sedikit pun.
Dan terakhir, jenis pendarahan pun janggal. Luka tembak sejati akan menimbulkan pendarahan pasif — pembuluh darah yang hancur membuat darah menggumpal atau bahkan berhenti mengalir. Namun yang terjadi justru sebaliknya: pendarahan aktif, seolah-olah luka dibuat dengan benda tumpul secara dangkal, bukan proyektil kecepatan tinggi.
Jadi pertanyaannya: apa motif sebenarnya di balik penggiringan opini bahwa ini adalah aksi penembakan? Siapa yang diuntungkan dari narasi ini?
Masyarakat Grati dan Pasuruan patut waspada. Ketika hukum ditarik ke ranah opini, ketika fakta teknis diabaikan demi sensasi pemberitaan, maka keadilan tidak sedang ditegakkan — melainkan sedang dipertontonkan dalam drama murahan.
Kita tidak sedang membela siapapun. Tapi publik berhak mendapat informasi yang masuk akal, bukan narasi yang dibentuk tanpa fondasi logika dan data ilmiah.