Silaturahmi ke Souraja, Fathur Razaq Serukan Kepedulian Terhadap Pelestarian Budaya Sulteng

TOKOH MUDA SULAWESI TENGAH, Fathur Razaq Anwar, didampingi sang istri, Athalla Tiara, melakukan silaturahmi ke Rumah Adat Souraja, Palu/Tim Media Berani 


SAMBAR.ID, Palu, Sulteng - Tokoh muda Sulawesi Tengah, Fathur Razaq Anwar, didampingi sang istri, Athalla Tiara, melakukan silaturahmi ke Rumah Adat Souraja, Palu, Jumat (30/5/2025). 


Kunjungan ini menjadi momen penuh makna, bukan hanya sebagai penghormatan terhadap warisan leluhur, tetapi juga sebagai refleksi tentang pentingnya pelestarian adat dan budaya di tengah arus modernisasi.


Kedatangan Fathur disambut hangat oleh Mehdi Datupalinge, pengelola Souraja sekaligus keturunan ketujuh dari Raja Palu. Dalam perbincangan penuh nuansa sejarah, Mehdi menyampaikan bahwa selama ini pelestarian budaya kerap terabaikan, padahal nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur masih sangat relevan untuk menjadi fondasi pembangunan daerah.


“Syukurnya abah (Gubernur, red) punya misi yang selalu berjalan sesuai nilai religi dan adat istiadat setempat. Itulah yang terus kami pegang. Seorang pemimpin yang memahami budi luhur akan tahu bahwa budaya bukan sekadar seremonial, tapi fondasi karakter masyarakat,” ujar Mehdi.


Mehdi juga mengapresiasi pemerintahan Anwar Hafid yang dianggap satu-satunya pemimpin daerah yang secara konsisten melibatkan tokoh adat dalam forum resmi kenegaraan. 


“Baru di era Gubernur Anwar Hafid, tokoh-tokoh adat diundang secara terhormat saat ulang tahun provinsi,” ungkapnya.


Fathur Razaq menambahkan bahwa saat ini pemerintah daerah harus berani mengalokasikan anggaran untuk kebudayaan secara serius. 




“Kenapa daerah lain seperti keraton bisa menjadikan budaya sebagai bagian penting dari struktur pemerintahannya? Kita di Sulteng ini punya kekayaan intelektual yang luar biasa, tapi belum dikemas dengan rapi,” ujarnya.


Menurutnya, kebudayaan bisa menjadi kekuatan ekonomi baru, bahkan mampu menyamai potensi ekonomi seperti minyak jika dikelola secara profesional.


“Kita selalu bicara pariwisata, tapi melupakan bahwa pilar utama pariwisata itu justru budaya. Ada tiga kekuatan, culture, venture, dan nature. Tapi kalau tidak dikemas dengan baik, ya semuanya jadi sia-sia,” lanjut Fathur.


Dalam dialog itu juga terungkap bahwa koleksi museum Sulawesi Tengah yang mencapai 7.200 item sebagian besar tidak pernah ditampilkan secara optimal, dan banyak yang tidak dimaknai kembali dalam konteks kekinian.


“Kita ini provinsi yang lebih dulu terbentuk daripada Gorontalo, tapi Gorontalo bisa lebih progresif dalam pengemasan budaya. Ini PR besar kita,” ujar Mehdi.


Silaturahmi ini bukan sekadar kunjungan kehormatan, tapi juga menjadi seruan keras bagi seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan budaya dan adat sebagai pilar utama pembangunan Sulawesi Tengah. ***

Lebih baru Lebih lama