Dana Hibah Provinsi Jabar Tahun Anggaran 2024 Diduga Jadi Ladang Korupsi Oleh Oknum dan Lembaga Keagamaan


Sambar.id, Sukabumi || Hibah dalam Peraturan perundangan-undangan di Indonesia terbagi menjadi dua konsep yaitu hibah dalam hukum privat dan hibah dalam hukum publik. Hibah dalam hukum privat merupakan pemberian benda berharga secara cuma-cuma dari seseorang yang masih hidup kepada seseorang yang masih hidup pula, sedangkan hibah yang diatur dalam hukum publik adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah atau Lembaga/Yayasan.


Tujuan dari hibah itu sendiri adalah sarana bagi Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun pada pelaksanaannya, seringkali pemberian hibah tersebut disalahgunakan sehingga menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi. Salah satu bentuk penyalahgunaan hibah adalah adanya orang yang memperdagangkan pengaruh yang tidak baik (broker). Bahwa praktik pemberian hibah ini sangat rawan dan berpotensi merugikan keuangan daerah.


Dalam Tahun 2024 Kabupaten/Kota Sukabumi terdapat sekitar 76 Lembaga Penerima Mampaat Dana Hibah Provinsi, dengan nilai anggaran sekitar Rp. 23.850.000.000, jumlah tersebut belum termasuk hibah aspirasi melalui dewan untuk pemberdayaan.


Hasil investigasi team media bersama tim dari JWI (Jajaran Wartawan Indonesia) Kabupaten/Kota Sukabumi ke kelapangan begitu banyak persoalan-persoalan terkait dengan bantuan hibah propinsi tersebut dari mulai tidak diterimanya anggaran oleh penerima manfaat sesuai dengan yang mereka ajukan, sementara pokmas / lembaga tersebut terdaftar sebagai penerima manfaat, adanya pemotongan anggaran oleh oknum-oknum pihak yang tidak bertanggungjawab dari mulai 20% sampai 50% dari jumlah anggaran yang harus mereka terima, kurang objektifnya tim verifikasi ke lapangan sehingga bantuan hibah tidak tepat sasaran, tidak dialokasikannya dana bantuan hibah tersebut oleh penerima manfaat sesuai dengan yang mereka ajukan, proses pekerjaan untuk pembangunan tersebut di kontraktualkan, sampai Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang harus di lakukan oleh pihak penerima manfaat tersebut diduga dibuatkan secara kolektif oleh pihak lain. Atas dasar itu sudah terindikasi dengan kuat, anggaran dana hibah dijadikan sarana korupsi dan azas-azas pemanfaatan untuk merampok uang negara.


Berdasarkan keterangan dan hasil investigasi team media bersama tim JWI ke lapangan maka hal terkait dengan dana hibah propinsi tersebut di simpulkan : 


1. Kurangnya transfaransi dalam pengelolaan hibah dapat menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat; 


2. Penyalahgunaan dana hibah untuk kepentingan pribadi atau kelompok dapat merusak kepercayaan masyarakat; 


3. Kurangnya akuntabilitas dalam pengelolaan hibah dapat menyebabkan penyalahgunaan dana; 


4. Ketidakjelasan tujuan hibah dapat menyebabkan dana tidak digunakan secara efektif; 


5. Kurangnya pengawasan dapat menyebabkan penyalahgunaan dana hibah; 


6. KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dapat terjadi dalam proses pemberian hibah, seperti pemberian hibah kepada yayasan yang tidak berhak; 


7. Kurangnya evaluasi terhadap program hibah dapat menyebabkan program tidak efektif; 


8. Yayasan yang terlalu bergantung pada hibah dapat mengalami kesulitan jika hibah tidak diberikan.


Untuk mencegah persoalan dan pelanggaran tersebut, perlu dilakukan:

1. Pengelolaan hibah harus transparan dan akuntabel; 


2. Pengawasan yang ketat perlu dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan dana; 


3. Evaluasi program hibah perlu dilakukan secara teratur untuk memastikan efektivitas program;

 

4. Kriteria pemberian hibah harus jelas dan transparan; dan


5. Pengelolaan hibah harus dilakukan secara profesional dan akuntabel.


Terkait dengan laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dana hibah provinsi seharusnya dibuatkan oleh masing-masing lembaga penerima hibah, yaitu yayasan atau organisasi yang menerima bantuan dana hibah tersebut.


Dan ini dasar hukumnya : 


1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 90 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.


2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.


Dalam peraturan diatas disebutkan bahwa penerima hibah wajib membuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana hibah yang meliputi laporan keuangan dan laporan kegiatan.


Dan dalam LPJ dana hibah provinsi harus memuat informasi tentang:


1. Penggunaan dana hibah harus sesuai dengan tujuan dan ketentuan yang berlaku.


2. Hasil kegiatan yang telah dicapai dengan menggunakan dana hibah.


3. Laporan keuangan yang memuat informasi tentang pendapatan, belanja, dan saldo dana hibah.


Dengan demikian, LPJ dana hibah provinsi berfungsi sebagai alat akuntabilitas dan transfaransi dalam pengelolaan dana hibah.


Dengan begitu banyaknya persoalan dan begitu banyaknya pelanggaran terkait dengan adanya bantuan dana hibah tersebut semuanya harus dijadikan bahan evaluasi serta koreksi oleh semua pihak.


Sementara di sisi lain tidak menutup kemungkinan juga di sini ada dugaan-dugaan oknum dewan yang bermain untuk memanfaatkan dana hibah aspirasinya tersebut dan ini akan dijadikan pekerjaan besar untuk team JWI.


Untuk selanjutnya team JWI akan menghimpun semua data terkait dengan persoalan dana hibah tersebut untuk segera di laporkan ke pihak APH.


(Red)

Lebih baru Lebih lama