Kejaksaan Agung Sepakati Penghentian Penuntutan Kasus Penganiayaan Lewat Restorative Jistice


Sambar.id, Jakarta, 23 Juni 2025 – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual yang menyetujui penghentian penuntutan terhadap Irfan Mulia, tersangka kasus penganiayaan di Asahan, Sumatera Utara.  


Keputusan ini diambil berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif), sebuah langkah inovatif dalam penegakan hukum.

 

Peristiwa bermula pada 16 September 2024, ketika Irfan Mulia terlibat pertengkaran dengan Ahmad Al Hafsi Sitorus, yang berujung pada penganiayaan terhadap ibu Ahmad, Marsona Mulyadi.  


Akibatnya, Marsona mengalami luka lecet dan bengkak di pipi kiri, sebagaimana tertuang dalam Visum Et Repertum Nomor: 353/538.

 

Kejaksaan Negeri Asahan, dibawah kepemimpinan Basril G., S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui restorative justice.  


Proses mediasi yang melibatkan tersangka, korban, dan keluarga berhasil mencapai kesepakatan damai pada 27 Mei 2025.  


Irfan Mulia mengakui kesalahannya, menyesali perbuatannya, dan meminta maaf kepada Marsona Mulyadi, yang kemudian memberikan maaf tanpa syarat.

 

Penghentian penuntutan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: perdamaian yang dilakukan secara sukarela, pengakuan dan penyesalan tersangka, maaf tanpa syarat dari korban, rekam jejak tersangka yang bersih, ancaman hukuman di bawah lima tahun, serta pertimbangan sosiologis dan respons positif masyarakat.

 

JAM-Pidum menekankan pentingnya penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.  


Keputusan ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam memberikan kepastian hukum dan keadilan yang restorative. (sb)

Lebih baru Lebih lama