Sambar.id, Sinjai, Sulsel – Ancaman serius berupa kerusakan lingkungan dan konflik sosial membayangi Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, akibat rencana eksploitasi emas oleh PT Trinusa Resources.
Desakan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 11.326 hektar di empat kecamatan (Sinjai Barat, Bulupoddo, Sinjai Tengah, dan Sinjai Selatan) semakin menggema.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Sinjai. Andi Asis Soi, mewakili suara bulat kepala desa dan masyarakat, mendesak Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, untuk segera bertindak.
"Jika pemerintah pusat mengabaikan tuntutan ini, masyarakat Sinjai akan mengambil langkah hukum dan aksi demonstrasi," tegas Andi Azis Soi.
Baca Juga: Rampas Tanah Adat Papua!, Sonni: Wamendagri Menyesatkan?
Ancaman lingkungan sangat nyata. Eksplorasi di hutan produktif di Sejumlah kecamatan di Sinjai (11,32 ha) berpotensi memicu banjir besar hingga Bulukumba, terutama saat musim hujan. "Pencemaran merkuri dan limbah kimia juga mengancam kesehatan masyarakat," lanjut Andi Azis Soi. Konflik sosial antara pendukung dan penentang tambang semakin meningkat.
Landasan hukum pencabutan IUP sangat kuat, berdasarkan UU No. 3/2020 (Minerba), PP No. 96/2021 (Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan), UU No. 32/2009 (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), dan UU No. 30/2014 (Administrasi Pemerintahan).
"Undang-undang ini memberi kewenangan pemerintah untuk mencabut izin jika ada pelanggaran atau dampak lingkungan signifikan," jelas Andi Azis Soi.
Kegagalan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pemerintah daerah Sinjai dan PT Trinusa Resources, karena ketidakhadiran perwakilan perusahaan dan kurangnya komitmen pemerintah pusat, memperparah situasi.
"Lambannya respons pemerintah pusat berpotensi memicu eskalasi konflik," ungkap Andi Azis Soi.
Dzoel SB, warga Sinjai, mengungkapkan keprihatinan atas pengabaian prinsip keadilan dan hati nurani. Ia mempertanyakan upaya pelestarian "Butta Panrita Kitta" (Tanah Para Ulama), dengan motto "Sinjai Bersatu".
"Kapan lagi kita akan mempertahankan warisan leluhur kita jika bukan sekarang, Kapan Lagi?" tanyanya.
Suara Warga.Di Desa Terasa, Kecamatan Sinjai Barat, penolakan terhadap PT Trinusa Resources semakin menguat.
Baca Juga: Transmigran Eks Timtim Asal Sultra Merasa Diperlakukan Seperti Bola di Kantor Kementrian RI
Spanduk penolakan di gerbang desa menegaskan tekad warga melindungi lingkungan dan tanah adat Butta Panrita Kitta.
"Ini bukan hanya tanah, ini warisan leluhur kami yang harus kami jaga untuk anak cucu," tegas, seorang warga Desa Terasa.
"Kami menolak pembangunan yang merusak lingkungan dan mata pencaharian kami," tambah, tokoh adat Desa Terasa. "Pemerintah harus mendengar suara kami!" seru, perwakilan perempuan Desa Terasa.
Pernyataan anggota DPRD Sulawesi Selatan, Mizar Roem, yang menganggap polemik tambang "tak perlu dihebohkan," memicu kemarahan warga.
"Ini bukan sekedar polemik, ini tentang masa depan kami!" seru seorang warga.
Aktivis lingkungan, Burhan SJ, mendesak tindakan tegas dari pemerintah: menghentikan aktivitas tambang ilegal, merehabilitasi lingkungan, dan memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak.
Perjuangan warga Sinjai menyoroti pentingnya perlindungan lingkungan dan kedaulatan masyarakat atas tanah adatnya. (Tim)
Bersambung...