Puluhan orang tua calon siswa dan Laskar Merah Putih (LMP) Kota Makassar menggelar demonstrasi menuntut keadilan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025.
Aksi yang tertib ini menyoroti dugaan ketidakadilan sistemik yang merugikan siswa dari keluarga kurang mampu.
Massa aksi, yang dipimpin langsun oleh Ketua LMP SulSel, Taufik Hidayat didampingi Ketua Harian LMP Kota Makassar Ramli, mengecam penolakan sejumlah calon siswa yang telah memenuhi syarat administratif, termasuk zonasi.
Kekecewaan semakin besar dengan kehadiran sejumlah pria tak dikenal yang diduga preman di lingkungan Balaikota, menimbulkan kesan intimidasi terhadap para pendemo.
"Kami datang sebagai warga negara yang memperjuangkan hak anak-anak kami, Kehadiran preman di Balaikota sangat memprihatinkan."tegas Daeng Rimang, salah satu orang tua siswa.
Ramli menambahkan, PPDB tahun ini dinilai paling amburadul dan tidak manusiawi. Banyak anak dari keluarga miskin ditolak meskipun tinggal di dekat sekolah, sementara siswa dari keluarga mampu mendapat kemudahan.Ia menuding buruknya koordinasi antara Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Kota Makassar sebagai penyebab utama.
"Banyak warga miskin tak terdata untuk bantuan sosial, termasuk kuota afirmasi pendidikan, Kami minta Wali Kota mengevaluasi, bahkan mengganti, kedua kepala dinas tersebut!" kata Ramli
Senada, Arul, Ketua Gerakan Mahasiswa LMP, menegaskan bahwa aksi ini menyangkut masa depan pendidikan dan kepercayaan publik. Ia mendesak transparansi data PPDB dan audit menyeluruh proses seleksi.
Tuntutan Aksi:
- Evaluasi dan potensi pergantian Kepala Dinas Pendidikan dan Sosial Kota Makassar.
- Transparansi data PPDB 2025 dan audit menyeluruh proses seleksi.
- Perlindungan hukum bagi hak pendidikan anak-anak dari keluarga kurang mampu.
- Penyelidikan atas dugaan intimidasi oleh oknum preman di Balaikota Makassar.
Regulasi yang Diduga Dilanggar:
Aksi ini juga menyinggung potensi pelanggaran terhadap Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2025 tentang PPDB yang menekankan transparansi dan keadilan.
Dugaan manipulasi data dan diskriminasi terhadap siswa kurang mampu menjadi sorotan utama.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Kota Makassar.
Namun, aksi ini telah menyoroti ketimpangan dan kelalaian dalam sistem pendidikan di Makassar. (MH)