Baca Juga: Fatamorgana di Butta Panrita Kitta? Sinjai Menolak Diam!
Kini dihadapkan pada realita penegakan hukum di Sinjai, justru tercoreng oleh permasalahan di kampung halaman karena saat ini telah menghadapi krisis multisektoral.
Seperti tambang ilegal yang merusak lingkungan, proyek pabrik porang PT Mitra Konjac Indonesia yang kontroversial (dengan dugaan pelanggaran izin dan hilangnya perwakilan perusahaan), dan maraknya pencurian sapi (curnak). di Sinjai yang kontroversial.
Misalnya, aktivitas tambang ilegal yang telah berlangsung puluhan tahun di Sinjai menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan dan kerugian ekonomi bagi masyarakat.
Baca Juga: Basmi Pelacur Keadilan di Balik Peliknya Menguak Mafia Hukum
Erosi di Sungai Tangka telah merampas lahan pertanian warga. "Lima meter sawah saya hilang," ungkap seorang warga, Rabu (16/4/2025), menggambarkan dampak langsung dari penambangan ilegal tersebut.
Lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas ini menimbulkan kecurigaan dan mencoreng citra kepolisian Sinjai. Situasi ini diperparah oleh kontroversi seputar pembangunan pabrik porang PT Mitra Konjac Indonesia di Kelurahan Lappa.
Proyek pabrik porang ini sendiri telah menimbulkan berbagai pertanyaan dan kecurigaan. Hilangnya misterius Mr. Ma Xun Ya, perwakilan PT Mitra Konjac Indonesia, dari proyek tersebut semakin memperkeruh suasana.
Baca Juga: Hukum Tumpul, Tambang Ilegal Merajalela? di Kampung Halaman Kadiv Propam Polri
Keberadaan WNA yang menggunakan paspor kerja Madiun selama 20 hari di Sinjai kini menjadi misteri. Sidak Imigrasi Makassar hanya menemukan lokasi proyek yang kosong.
"Kehilangan Mr. Ma Xun Ya ini bukan sekadar kasus hilangnya orang, tetapi indikasi kuat adanya praktik ilegal yang dibiarkan oleh Pemda dan DPRD Sinjai," tegas Muh. Arfin Hks dari Sinjai Geram, mantan Anggota DPRD Sinjai, Rabu (9/7/2025).
Mereka menuntut investigasi transparan untuk mengungkap dugaan penimbunan lahan tanpa izin lingkungan dan potensi pelanggaran lainnya terkait proyek pabrik porang ini.
Baca Juga: Pemdes Haurkuning Adukan Kejari Sumedang ke Jaksa Agung?, CCTV Dimatikan, Dokumen Disita Tanpa Berita Acara!
Dugaan pelanggaran izin lingkungan dan proses perizinan yang tidak transparan semakin memperkuat kecurigaan akan adanya praktik-praktik ilegal dalam proyek ini. Proyek yang seharusnya berdampak positif bagi perekonomian lokal, kini justru menjadi sumber kontroversi dan kekhawatiran.
Aksi demonstrasi Sinjai Geram di kantor DPRD Sinjai, Senin (7/7/2025), mempertanyakan transparansi dan kepatuhan hukum dalam proyek pabrik porang ini. Kelompok aktivis mempertanyakan proses kerja sama dan kajian dampak lingkungan, serta mengungkapkan kekhawatiran atas potensi kerugian masyarakat.
Mereka mencatat adanya dugaan pelanggaran aturan, termasuk pengabaian Surat Perintah Penghentian aktivitas penimbunan lahan dari DLHK Sinjai. Kepala DLHK Sinjai, H. Sofwan Sabirin, mengakui perusahaan belum memiliki Persetujuan Lingkungan.
Baca Juga: Putra Sinjai Pecah Bintang
"Pemerintah dan DPRD perlu lebih jeli dalam meninjau proyek ini dan memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku," ujar Muh. Arifin, AK.S dari Sinjai Geram.
Mereka mendesak DPRD membentuk Pansus untuk menyelidiki proyek tersebut secara menyeluruh.
Situasi semakin rumit dengan bencana alam berupa banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sembilan kecamatan pada 5 Juli 2025. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan infrastruktur dan dampak potensial dari proyek pabrik porang terhadap lingkungan.
Baca Juga: Sinjai Dilanda Gelombang Pencurian Ternak, Tiga Kasus dalam Sepekan
Anggota DPRD, Muhammad Ridwan, menyatakan akan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dengan mengusulkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan mendukung pembentukan Pansus. Namun, Sinjai Geram menegaskan akan terus memantau perkembangan dan siap melakukan aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Aktivitas tambang ilegal ini merupakan pelanggaran nyata terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, khususnya pasal-pasal yang mengatur perizinan dan sanksi terhadap penambangan ilegal.
Sanksi pidana dan denda yang berat seharusnya diterapkan kepada para pelanggar. Burhan SJ, aktivis lingkungan setempat, menyatakan keprihatinannya:Baca Juga: Kasus IUP PT Timah Terus Bergulir, Wartawan Sambar.id Kembali Jadi Saksi di Kejagung
"Dampak tambang ilegal terhadap lingkungan dan masyarakat Sinjai sudah sangat parah. Kerusakan lingkungan yang meluas mengancam ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat. Kami mendesak pemerintah daerah untuk segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal dan merehabilitasi lingkungan yang rusak.
Partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam pengawasan dan pelestarian lingkungan. Ini bukan hanya masalah Sinjai, tetapi juga tanggung jawab kita bersama untuk menyelamatkan lingkungan dan masa depan generasi mendatang.
"Kami meminta agar pemerintah memberikan kompensasi dan bantuan kepada masyarakat yang terdampak." Jelasnya
Baca Juga: Ibu Bhayangkari Gugat UU Polri di MK!, Istri Polisi Buka Borok Penegakan Hukum di Polda Sulsel?
Disisi lain, Lemahnya penegakan hukum di Sinjai memperparah krisis ini. Meskipun bukti-bukti aktivitas tambang ilegal sangat kuat, termasuk laporan dari masyarakat dan hasil investigasi lapangan, belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Dari berapa Sumber yang kredibel menyebutkan adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat dan aparat penegak hukum dalam melindungi para pelaku tambang ilegal.
Dugaan ini diperkuat dengan tingginya angka curnak (pencurian ternak) dan dugaan korupsi di beberapa proyek pembangunan daerah.
Baca Juga: Kado Akhir Tahun Kejati Sulsel 'Mandul' Gagal Bongkar Korupsi
Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Tingginya angka curnak juga merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ketidaktegasan aparat hukum dalam menangani kasus ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas dan profesionalisme penegak hukum di Sinjai.
Dzoel SB, aktivis yang juga menyoroti hal ini, mengatakan: "Lemahnya penegakan hukum di Sinjai sudah sangat memprihatinkan. Bukan hanya tambang ilegal, tetapi juga kasus curnak dan dugaan korupsi menunjukkan betapa bobroknya sistem pengawasan dan penegakan hukum di sini.
Baca Juga: Polri Presisi Diuji: Kasus Mandek Dua Tahun, Anggota dan Bhayangkari Tak Dapat Keadilan di Takalar
"Kami mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dan transparan, tanpa pandang bulu. Jangan sampai ada oknum yang melindungi para pelaku kejahatan,"
Dia berharap, Keberadaan dua jenderal polisi dari Sinjai seharusnya menjadi contoh dan pendorong bagi penegakan hukum yang lebih baik di daerah ini,
"Kami meminta agar kasus ini diusut tuntas dan para pelakunya diproses sesuai hukum yang berlaku." Harapnya
Baca Juga: Setelah LMP, Ketua PJI Sulsel Minta Kapolri Evaluasi Kinerja Kapolda Sulsel
Lemahnya penegakan hukum di Sinjai menimbulkan pertanyaan serius tentang kinerja Kapolres setempat.
Slogan Polri "Presisi" (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, Berkeadilan) yang diusung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tampaknya belum sepenuhnya terwujud di Sinjai.
Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kapolres Sinjai menjadi keharusan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menegakkan hukum secara adil dan efektif. Penegakan hukum yang tegas, reformasi internal kepolisian, dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi krisis ini. Jika tidak segera ditangani,
Sinjai akan terus terpuruk dalam krisis yang mengancam masa depan masyarakatnya. Keberhasilan dua putra daerah di Mabes Polri menjadi ironi yang menyakitkan di tengah permasalahan serius yang terjadi di kampung halaman mereka.
Kapolres Sinjai memiliki tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan dalam mengatasi krisis ini.
Situasi di Sinjai ini secara keseluruhan menyoroti lemahnya tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini dan mengembalikan kepercayaan publik.
Hingga berita ini diterbit Kapolres Sinjai telah dikonfirmasi namun belum ada tanggapan. (*)