Hukum Tumpul, Tambang Ilegal Merajalela? di Kampung Halaman Kadiv Propam Polri!

lokasi larea rea (doc.foto aa)
Sambar.id, Sinjai, Sulsel – Ketika hukum hanya menjadi formalitas dan aparat penegak justru diduga turut bermain dalam pelanggaran, publik tak bisa lagi diam. 


Inilah yang kini mencuat dari kampung halaman Kadiv Propam Polri Irjen. Pol. Abdul Karim, S.I.K., M.Si, di Larea-rea, Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Mendagri Buka Rakor Pengawasan Kompolnas Bersama Polri Tahun 2025

Proyek pembangunan pabrik Porang dan rumput laut oleh PT Mitra Konjac Indonesia tak hanya diterpa isu pelanggaran izin lingkungan. Ia kini menyeret banyak pihak, termasuk aparat kepolisian.


Salah satu sorotan publik adalah pencabutan police line di lokasi proyek. Padahal, police line itu sebelumnya dipasang oleh Unit Tipidter Polres Sinjai, diduga karena terdapat pelanggaran dalam aktivitas pembangunan.

Surat pemberhetian lahan doc.foto
Namun yang mencabutnya adalah Kapolsek Sinjai Utara atas perintah langsung Kapolres Sinjai, tanpa penjelasan proses hukum lanjutan. Fakta ini memunculkan pertanyaan: mengapa aparat di internal kepolisian terlihat saling tumpang tindih?


Sorotan tak berhenti sampai di situ. Dari berbagai sumber masyarakat dan informasi yang berkembang, muncul pula dugaan keterlibatan seorang oknum aparat kepolisian berinisial MR, yang disebut-sebut merupakan ajudan salah satu perwira penting di Polres Sinjai.

Baca Juga: WNA Tiongkok Hilang Tanpa Jejak di Proyek Porang Sinjai? Skandal Mengguncang Pemda dan DPRD!

Oknum MR diduga turut memuluskan aktivitas pembangunan pabrik dan berada di balik "pengondisian" agar proyek tersebut tetap jalan meski belum mengantongi dokumen AMDAL, Andalalin, PBG, dan izin industri lainnya.


Belum ada klarifikasi resmi dari pihak kepolisian terkait dugaan ini, namun diamnya institusi justru makin mempertegas spekulasi publik bahwa ada ‘permainan’ di balik mulusnya proyek tanpa izin.

Lokasi Galian C. lokasi matumpu kel Bongki (dov
Foto)
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sinjai, H. Sofwan, mengungkap bahwa pihaknya telah melayangkan surat peringatan penghentian aktivitas kepada perusahaan pada 26 Juni 2025.


“Jika penanggung jawab kegiatan tidak melaksanakan perintah dalam surat teguran tertulis, maka dikenakan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah, denda administratif, penutupan usaha, pencabutan izin, dan langkah terakhir pidana,” tegasnya mengacu Permen LHK Nomor 14 Tahun 2024.

Baca Juga: Fatamorgana di Butta Panrita Kitta? Sinjai Menolak Diam!

Faktanya, aktivitas tetap berlangsung. Ini menegaskan bahwa surat dari DLHK tidak memiliki efek jera karena tidak ada dukungan dari aparat penegak hukum.


Yang lebih mencengangkan, material tanah urug yang digunakan dalam pembangunan pabrik ini juga diduga kuat berasal dari tambang galian C ilegalvyang tersebar di wilayah Sinjai Utara, Bulupoddo, Sinjai Tengah, dan Sinjai Timur. 

Baca Juga: Sidang Lanjutan Kasus Korupsi PT. Timah, Wartawan Sambar id Kembali Jadi Saksi di PN Jakarta Pusat

Namun lagi-lagi, tidak terlihat upaya penindakan oleh  tidak ada penegakan dari aparat hukum 


Di sinilah tragedi keadilan itu terjadi: institusi yang seharusnya menjaga aturan justru diduga menjadi pelindung pelanggaran. Police line dipasang, lalu dicabut tanpa penjelasan. Surat peringatan diabaikan. Tambang ilegal dibiarkan. Dan kini, oknum aparat sendiri diduga turut bermain.


Semua terjadi di daerah asal jenderal tinggi Polri yang membawahi pengawasan etik dan kedisiplinan internal, Irjen. Pol. Abdul Karim.


Jika negara tak bisa hadir untuk melindungi hukum dari intervensi, maka apa yang tersisa dari rasa keadilan masyarakat? (tim/pd/aa)

Lebih baru Lebih lama