Sambar.id, Jakarta - Aliansi Rakyat Desak Presiden Copot Menteri Agama dan Bentuk Satgas Nasional Anti-Intoleransi, Negara Tak Boleh Takluk pada Intoleransi, Konstitusi Harus Ditegakkan. Sabtu, 2 Agustus 2025.
Gelombang intoleransi kembali mencederai wajah kebhinekaan Indonesia. Setelah rentetan insiden di Indragiri Hulu, Cidahu Sukabumi, Depok, dan Batam, kini kekerasan terhadap umat Kristen kembali terjadi di Padang Sarai, Sumatera Barat, serta Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Kediri, Jawa Timur.
Menyikapi hal ini, Aliansi Masyarakat Anti Intoleransi Indonesia — gabungan tokoh lintas agama, aktivis HAM, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil — menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (2/8), menyampaikan pernyataan tegas dan tujuh tuntutan terbuka kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Negara tidak boleh kalah dengan kelompok intoleran. Aparat wajib hadir melindungi hak beragama seluruh warga tanpa terkecuali,” tegas Lamsiang Sitompul, Ketua Umum Horas Bangso Batak (HBB).
Aliansi menilai tindakan pelarangan dan pembubaran ibadah di rumah, ruko, atau tempat non-gereja tidak hanya melanggar akal sehat, tetapi juga menghancurkan konstitusi dan prinsip hak asasi manusia.
Payung Konstitusional: Negara Wajib Menjamin Kebebasan Beribadah
Aliansi mengingatkan bahwa:
Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah menurut keyakinannya.
Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 18 Deklarasi Universal HAM menegaskan kebebasan beragama sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Berdasarkan SKB 2 Menteri (2006), ibadah di rumah atau tempat sementara tidak memerlukan izin sebagaimana pendirian gereja permanen.
Aliansi mengecam pembubaran ibadah oleh aparat atau ormas sebagai tindakan "biadab dan tidak manusiawi" yang melecehkan hukum dan martabat kebangsaan.
Tujuh Tuntutan Aliansi: Negara Harus Hadir, Bukan Abai
1. Mendesak Presiden RI mencopot Menteri Agama, karena dinilai gagal menjaga kerukunan dan bersikap lemah terhadap intoleransi.
2. Mendesak pencopotan Menteri HAM Natalius Pigai, karena dinilai tak menjalankan mandat konstitusional dalam perlindungan HAM.
3. Mendesak Kapolri mencopot Kapolda dan Kapolres yang lalai menjamin kebebasan beragama.
4. Mendesak pembentukan Satgas Nasional Anti-Intoleransi untuk memberantas sistematis gerakan intoleran di akar rumput.
5. Mendorong pencabutan SKB 2 Menteri, diganti dengan Perpres Jaminan Kebebasan Beragama, serta pembentukan Badan Penjaga Kerukunan Umat Beragama.
6. Meminta Presiden turun langsung ke lokasi korban intoleransi dan memastikan pemulihan psikologis, terutama bagi anak-anak.
7. Mendesak penyediaan tim psikolog nasional untuk penanganan trauma akibat kekerasan intoleran.
“Kami Tak Menentang Agama, Tapi Membela Konstitusi”
Gerakan ini mendapat dukungan luas dari berbagai tokoh, antara lain:
Gus Sholeh Mz (Ketum Komunitas Agama Cinta),
Oscar Pendong (Ketua Umum GRPB Indonesia),
Novalando (Gerakan Perjuangan Masyarakat Pluralisme),
Baney Birowo (Indonesia Peduli),
Fredi Moses Ulemlem (praktisi hukum), dan
Albert Timothy (Nyalahkan Indonesia Hebat).
“Kami tak melawan keyakinan siapapun. Yang kami lawan adalah ketidakadilan dan pelanggaran konstitusi. Negara tak boleh tunduk pada tekanan kelompok intoleran,” ujar Gus Sholeh.
Sementara itu, Butje B. Siwu dari Himpunan Warga Gereja Indonesia memperingatkan bahwa tanpa tindakan nyata dari negara, intoleransi akan menjadi “bom waktu bagi keutuhan bangsa”.
Indonesia Tidak Boleh Mundur
Aliansi menyerukan peran aktif media, akademisi, dan masyarakat sipil untuk terus mengawal isu intoleransi, serta menolak normalisasi kekerasan atas nama mayoritas. Indonesia adalah rumah bersama, bukan milik satu golongan.
“Negara yang membiarkan intoleransi akan kehilangan otoritas moralnya di mata rakyat,” tegas Lamsiang.
Penulis: Jono Aktivis98
Sumber: Gusoleh Mz & Konferensi Pers Aliansi Anti Intoleransi