Advokat Dr Egar Mahesa SH : Ini Klarifikasi Fakta dan Keadilan Untuk Mansur Latakka


CAPTION : Penasihat hukum Mansur Latakka Dr. Egar Mahesa, S.H., M.H./F-IST Doc. pribadi 


SAMBAR.ID, Palu, Sulteng - Di tengah arus deras informasi dan opini yang sering kali tak terkendali, penting bagi media dan masyarakat untuk kembali berpijak pada prinsip keadilan, objektivitas, dan kebenaran. 


Kasus yang menimpa Mansur Latakka terkait dugaan Penambangan Ilegal Tanpa Izin (PETI) oleh PT Trio Kencana telah menjadi sorotan publik. Namun, sorotan itu mulai bergeser dari fakta hukum ke opini yang berpotensi untuk membentuk stigma negatif yang tidak berdasar.


Pemberitaan yang menyebut bahwa Mansur Latakka "ditangkap" atau "dicokok paksa" oleh aparat Kejaksaan, tidak hanya menyesatkan, tetapi juga merusak martabat seseorang yang masih memiliki hak hukum untuk membela diri. 


Olehnya, sebagaimana telah diklarifikasi alias sanggahan oleh penasihat hukumnya, Dr. Egar Mahesa, S.H., M.H., kehadiran Mansur pada 28 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri Parigi Moutong adalah bentuk kepatuhan hukum sukarela bukan karena penangkapan paksa.


"Mansur datang secara sukarela, memenuhi undangan dari Jaksa Penuntut Umum, untuk melaksanakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung sekaligus menghadiri sidang kedua Peninjauan Kembali (PK)," ungkapnya kepada wartawan, Selasa malam, (9/9/2025) dikantornya.


Ini menunjukkan sikap warga negara yang menghormati proses hukum, bahkan ketika ia tengah mengajukan upaya luar biasa untuk memperjuangkan keadilan bagi dirinya.


Patut dicatat bahwa dalam proses hukum sebelumnya di tingkat Pengadilan Negeri, Mansur telah dinyatakan bebas dari semua tuduhan. Barulah kemudian Mahkamah Agung, melalui proses kasasi oleh Jaksa, membatalkan putusan bebas tersebut. 


Dalam konteks ini, langkah Mansur untuk menjalani eksekusi sebagai prasyarat pengajuan PK bukanlah bentuk pengakuan bersalah, melainkan bentuk penghormatan pada mekanisme hukum yang berlaku.


Lebih dari itu, tudingan bahwa PT Trio Kencana adalah perusahaan tambang ilegal (PETI) juga perlu dikaji ulang secara objektif. 


Menurut pernyataan dari penasihat hukum, perusahaan tersebut memiliki perizinan lengkap, dan satu-satunya kendala administratif hanyalah sebagian kecil lahan masyarakat yang belum dibebaskan. Hal ini jelas bukan definisi dari praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan secara semena-mena.


"Kita harus berhati-hati agar tidak menjadikan opini atau asumsi sebagai pengganti fakta hukum. Terlebih jika informasi yang tersebar belum melalui verifikasi menyeluruh. Apalagi bila kemudian informasi itu disebarluaskan sebagai kebenaran mutlak tanpa memberi ruang kepada yang bersangkutan untuk menjelaskan posisi atau fakta yang sebenarnya," ujarnya.


Tindakan hukum yang akan diambil oleh tim kuasa hukum Mansur terhadap penyebaran berita hoaks adalah langkah yang patut diacungkan jempol dan diapresiasi. 


"Ini bukan semata soal nama baik pribadi, tetapi soal menjaga integritas proses hukum dan menegakkan hak asasi manusia untuk diperlakukan adil, bahkan ketika sedang menghadapi proses pidana. Dalam negara hukum, tidak ada yang lebih penting daripada menjaga agar keadilan tidak menjadi korban sensasi," pungkasnya. ***

Lebih baru Lebih lama