Aroma Culas Proyek Dayone Nongsa Makin Terang: Kontraktor Lokal Akui Tertekan, Pembayaran Miliaran Diduga Ditahan


Sambar.id, Batam – Persoalan tunggakan pembayaran terhadap salah satu kontraktor lokal dalam Proyek Dayone di Kawasan Nongsa Digital Park kembali mencuat dan membuka fakta lebih gelap. Selasa (9/12/25), kontraktor yang terlibat mengungkap bukan hanya hak mereka diduga dirampas hingga miliaran rupiah, tetapi juga ada tekanan intens yang disebut datang dari PT China Construction Yangtze River Indonesia (CCYRI), selaku pelaksana utama proyek.

Kontraktor menyampaikan bahwa mereka dipaksa menandatangani sebuah perjanjian yang dinilai sangat merugikan. Dokumen itu disebut penuh pasal yang menekan posisi kontraktor, bahkan terasa seperti upaya membungkam proses penagihan yang menjadi hak sah mereka. 

“Perjanjian itu jelas tidak adil, kami didesak untuk tanda tangan. Dua kali kami layangkan somasi, dua kali pula mereka seperti tidak peduli,” ujar perwakilan kontraktor. Seorang pengacara yang mengawal kasus ini juga menyebut adanya dugaan langkah somasi balik yang diarahkan kepada kontraktor, yang dinilai sebagai bentuk tekanan agar mereka berhenti menuntut haknya.

Dugaan praktik curang dalam proyek di kawasan KEK Nongsa itu kini tidak lagi menjadi bisik-bisik. Pemangkasan nilai kontrak tanpa dasar, manipulasi dokumen, penahanan pembayaran, hingga dugaan pembiaran oleh otoritas, membuat persoalan ini semakin memantik perhatian publik. 

Pada Jumat (28/11/2025), CCYRI kembali menjadi sorotan setelah muncul tudingan bahwa nilai proyek dipotong semena-mena, pembayaran miliaran rupiah digantung, dan kewajiban kepada kontraktor lokal diabaikan. Yang memicu kemarahan adalah dugaan bahwa BP Batam dan pengelola KEK Nongsa memilih diam meski laporan resmi telah disampaikan.

Dokumen yang diperoleh redaksi menunjukkan nilai proyek dipangkas dari Rp5,65 miliar menjadi hanya Rp2,4 miliar. Pemotongan ini disebut tidak memiliki dasar teknis dan dilakukan tanpa proses evaluasi serta tanpa konsultasi dengan pihak kontraktor. Beberapa poin yang dikeluhkan antara lain, retensi Rp250 juta ditahan tanpa alasan jelas, pekerjaan test pile dan retensi senilai lebih dari Rp1,5 miliar belum dibayar, pekerjaan tambahan seperti pemecahan jalan dan pemindahan tiang panjang dengan alat berat dibayar tidak sesuai, serta kesepakatan biaya standby alat berat senilai Rp1,2 miliar yang sudah ditandatangani kemudian diingkari.

Ketika penagihan dilakukan, kontraktor menyebut pihak CCYRI justru berkelit, mengalihkan isu, bahkan seolah tidak memahami substansi tagihan. 

“Kontrak dipotong sesuka hati, nilai retensi ditahan, dan pembayaran miliaran rupiah digantung tanpa alasan. Ketika ditagih, mereka malah cari-cari alasan,” ujarnya.

Semua laporan mengenai tindakan CCYRI ini telah disampaikan kepada BP Batam dan pengelola KEK Nongsa. Namun sampai saat ini belum ada satu pun langkah konkret yang terlihat. Tidak ada pemanggilan, tidak ada klarifikasi, tidak ada teguran, dan tidak ada pemberitahuan proses verifikasi laporan. 

Kebisuan ini memunculkan pertanyaan besar, mengapa BP Batam diam? Mengapa laporan resmi seolah dibiarkan mengendap? Apakah ada keberpihakan terhadap investor asing? Atau ada kepentingan tertentu yang sedang dikunci rapat?

Diamnya otoritas memberi kesan bahwa kontraktor lokal tidak mendapat perlindungan memadai. Batam yang selalu dipromosikan sebagai kota investasi justru memperlihatkan sisi kelam, di mana pelaku usaha lokal terpaksa berhadapan dengan perusahaan asing dalam posisi yang timpang tanpa dukungan negara.

Hingga berita ini ditayangkan, PT CCYRI belum memberikan klarifikasi resmi. BP Batam juga belum menunjukkan langkah penanganan atas laporan yang diterima. 

Publik kini menuntut dua hal, keadilan bagi kontraktor lokal yang diduga dirugikan, dan tindakan nyata dari pemerintah serta otoritas terkait untuk memastikan transparansi serta kepastian dalam setiap proses investasi. 

Jika pembiaran ini terus terjadi, Batam tidak hanya kehilangan kepercayaan pelaku usaha lokal, tetapi juga merusak wajah investasi yang selama ini dijual sebagai keunggulan daerah tersebut.(Gh)
Lebih baru Lebih lama