Sambar.id, Batam – Musibah banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kembali menguji solidaritas nasional. Ketua Umum Aliansi LSM ORMAS Peduli Kepri, Ismail Ratusimbangan, menilai saat ini adalah momentum bagi seluruh kepala daerah di Indonesia untuk turun tangan langsung membantu tanpa harus menunggu intervensi dari pihak mana pun.
“Jika seluruh daerah bergerak membantu saudara kita sebangsa dan setanah air, itu sudah lebih dari cukup. Kerusakan infrastruktur dan rumah warga yang terdampak sangat besar. Kalau semua bergotong royong, ini menjadi kekuatan luar biasa,” ungkapnya, Selasa (9/12/25).
Ismail mengusulkan pola bantuan yang terukur dan realistis. Ia mencontohkan apabila setiap provinsi memberikan dukungan Rp1 miliar dan setiap kabupaten/kota Rp500 juta, maka dana yang terkumpul akan sangat besar mengingat banyaknya wilayah administratif di Indonesia.
“Organisasi kepala daerah itu kan ada. Kalau ini dijadikan gerakan nasional dan berjalan berkesinambungan, dampaknya akan luar biasa. Bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, kita tidak pernah tahu,” katanya.
Menurutnya, Indonesia memiliki modal sosial yang kuat namun belum dimaksimalkan. Ia menilai koordinasi antarkepala daerah bisa menjadi kunci percepatan pemulihan pascabencana tanpa sepenuhnya bergantung pada pemerintah pusat.
“Kalau seluruh kepala daerah bergerak bersama, tidak perlu menunggu siapapun. Mereka tinggal sepakat membantu sesuai kemampuan. Setiap bencana pasti butuh langkah cepat, bukan birokrasi yang memanjang,” tukasnya.
Ismail juga menyoroti meningkatnya intensitas bencana alam di Indonesia. Faktor perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan rusaknya kawasan hutan membuat beberapa daerah semakin rentan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya solidaritas nasional berbasis daerah sebagai gerakan jangka panjang, bukan hanya respons sesaat.
“Ini bukan hanya untuk hari ini. Banjir, longsor, dan bencana lain akan terus terjadi bila kita tidak siap secara sistem. Maka perlu komitmen bersama, bukan sekadar simpati,” ujarnya.
Lebih jauh, Ismail mengingatkan bahwa gotong royong adalah nilai identitas bangsa yang harus terus hidup, bukan sekadar slogan. Menurutnya, ujian sejati nilai Pancasila justru terlihat ketika masyarakat menghadapi musibah besar seperti yang terjadi di Sumatra.
“Kita sering bicara Pancasila di seminar dan pidato, tetapi nilai sejatinya justru diuji saat bencana terjadi. Apakah kita benar-benar saling membantu? Atau hanya menunggu pemerintah pusat bekerja sendirian? Ini yang harus kita renungkan bersama,” tegasnya.
Ismail berharap seruannya ini menjadi pemantik untuk konsolidasi nasional antarkepala daerah melalui organisasi resmi yang sudah ada. Ia menilai, jika langkah kolektif ini dilakukan secara kompak, dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat di daerah bencana.
“Kalau semua kepala daerah kompak, dampak bantuan itu akan terasa langsung oleh masyarakat. Bukan hanya cepat, tapi juga merata. Itulah hakikat persatuan yang sebenarnya,” pungkasnya.(Gh)






.jpg)
