SAMBAR.ID // PASURUAN – Temuan investigasi Sambar.id kembali membuka fakta baru dalam sengketa tanah sawah warga Rowogempol, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan. Setelah dalam sidang 2 Desember 2025 pihak desa mengklaim bahwa sebagian hasil sewa tanah dialirkan ke Masjid Al-Mubarok Gesing, pernyataan tersebut kini dibantah langsung oleh pihak masjid.
Pada Rabu, 3 Desember 2025, Ketua Panitia Pembangunan Masjid Al-Mubarok dan pengurus harian memberikan klarifikasi tegas bahwa sejak menjabat pada 2018 hingga sekarang, masjid tidak pernah menerima dana, bantuan, ataupun aliran uang apa pun dari desa, termasuk yang dikaitkan dengan tanah sengketa.
Tidak Pernah Ada Dana Masuk
Ketua panitia menyampaikan kepada Sambar.id:
"Sejak saya menjabat tahun 2018 sampai hari ini, tidak ada pemasukan sepeser pun dari desa. Tidak ada bantuan pembangunan, tidak ada dana dari hasil sewa tanah itu. Semua kegiatan masjid murni swadaya."
Pengurus harian masjid mengonfirmasi hal serupa, menyebut bahwa:
pembangunan,
operasional,
perawatan masjid,
selama ini sepenuhnya ditopang oleh donatur pribadi dan infaq jamaah, bukan dari pemerintah desa.
Kontradiksi dengan Keterangan Desa
Dalam sidang ke-12 di PN Bangil sehari sebelumnya, saksi dari pihak desa (AS) menyebut bahwa sebagian hasil sewa tanah digunakan untuk masjid, meski ia juga mengakui tidak mengetahui sejarah pasti tanah karena baru berusia satu tahun pada 1961.
Majelis hakim kala itu menyoroti kejanggalan bahwa tanah yang disewakan desa justru memiliki tunggakan pajak SPPT bertahun-tahun, termasuk 2004, 2005, 2009, 2010, 2011, 2022, 2023, dan 2024.
Dengan adanya klarifikasi dari panitia masjid, pernyataan saksi desa terkait aliran dana kini dipertanyakan akurasinya.
Respons Kuasa Hukum Ahli Waris
Kuasa hukum 44 ahli waris, Andreas Wuisan, S.E., S.H., menilai temuan ini penting untuk pembuktian.
"Jika masjid menyatakan tidak pernah menerima dana apa pun, maka klaim desa mengenai aliran hasil sewa patut diperiksa ulang. Pertanyaannya sederhana: kalau bukan ke masjid, alirannya ke mana?" ujarnya.
Menurut Andreas, ketidaksesuaian antara pernyataan saksi desa dan fakta lapangan memperkuat dugaan bahwa penguasaan tanah selama ini dilakukan tanpa dasar hukum dan tanpa transparansi keuangan.
Menguatkan Posisi Ahli Waris
Para ahli waris menilai temuan investigasi ini semakin menegaskan bahwa:
1. Tidak ada dokumen peralihan hak tanah.
2. Desa memakai dan menyewakan tanah tanpa dasar legal yang sah.
3. Klaim aliran dana ke masjid tidak terbukti.
Mereka meminta majelis hakim untuk menilai secara objektif perbedaan keterangan ini dalam sidang berikutnya yang akan memasuki tahap pembuktian tambahan.
Kasus ini terus menjadi sorotan publik mengingat panjangnya sejarah tanah sejak 1961, ketiadaan dokumen peralihan hak, serta kemungkinan adanya ketidaksesuaian informasi penggunaan hasil sewa yang selama ini diklaim menuju masjid.
Laporan: Ilmiatun Nafia







.jpg)
