Sumedang,SAMBAR ID//Sindangpakuon sebuah desa yang berada di kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang, tiba tiba menjadi sorotan, hal tersebut terungkap saat beberapa rekan mdia yang tergabung di Solidaritas Insan Media Dan Penulis Nasional ( Simpe) melakukan penelusuran terkait polemik pengelolan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya ( B3) milik PT Yakjin Jaya Indonesia,
Fakta menarik di dapat dari keterangan Kades Sindangpakuon Ari Gunawan yang dengan gamblang memaparkan polemik pengelolaan limbah ( B3) dari PT Yakjin Jaya Indonesia yang berada di RW 04 Desa Sindangpakuon, kepada wartawan pria yang menjabat Kades karena ada proses PAW mengatakan," dua tahun sebelum dirinya menjabat Kades, ada perjanjian kerjasama CV Sindang Pakuon Jaya dengan PT Yakjin Jaya Indonesia yang Direktur Utamanya adalah H.Daman yang beliau anaknya adalah mantan Kepala Desa sebelum saya karena mencalonkan diri menjadi anggota dewan maka saya terpilih menjadi PAW nya sebelumnya saya RW," ujarnya.
Kekisruhan terjadi disebabkan" Ceunah tidak tranparannya pemanfaatnya uang koordinasi tersebut, maka RW 04 yang dulu mengambil langkah untuk bermusyawarah dan di putuskanlah di ambil oleh desa, dan pemanfaatnya di bagi kepada para pihak, RW 04, 05,06,07 kenapa mereka di kasih karena tetangga RW 04 yang merupakan tempat lokasi PT tersebut, dan kemaren satu bulan kebelakang RW nya baru yaitu, Pak Ana dan saya sebagai Kepala Desa mengambil tindakan atau kebijakan dikarenakan ada himbauan dari KDM bahwa pemerintah itu jangan ikut campur masalah pabrik yang kesatu, masalah tenaga kerja yang kedua masalah limbah karena ada moment itu, yang kedua kontrak kerjasama antara CV Sindangpakuon Jaya dengan PT Yakjin Jaya Indinesia sudah berakhir kurang lebih satu bulan kebelakang, karena ada moment tersebut saya di hadapan Ketua RW 04, RT, BPD, Tokoh masyarakat dan Ketua LPM menegaskan mulai saat ini sudah tidak ikut campur lagi urusan kerjasama CV Sindangpakuon yang merupakan perpanjangtanganan dari PT Yakjin Indonesia Jaya, lalu 3 minggu kebelakang ada undangan rapat dari CV Sindangpakuon Jaya mengundang saya untuk hadir, karena berhalangan saya meminta Babinsa dan Sekdes untuk hadir, kemudian hasil rapat menjelaskan bahwa desa sudah tidak ikut campur lagi sudah selesai, dan di sampaikan distribusi pembagian kordinasi sebesar Rp 6.750.000, ( enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dibagi beberapa pihak, dan saya mendapat pembagian 2 juta dimana 2 juta tersebut tidak mengurangi jatah masyarakat adapun dari 2 juta tersebut, 500 ratus ribu untuk Sekdes, 250 Ketua BPD dan 250 lagi untuk anggota BPD, wajar- wajarlah mungkin suatu saat perusahaan beragapan kedepan butuh kedesa, dan saya selaku kepala desa sangat ketakutan jika ini masuk gratifikasi, dan setiap ada kebutuhan masyarakat seperti warga yang sakit, membuat polisi tidur dan setiap ada rezeki dari Yakjin pemamfaatnya untuk masyarakat, seperti untuk yang meninggal, kadang sok ada preman yang minta, intinya uang dari PT dikembalikan pemanfaatnya untuk masyarakat," tandasnya.
Terpisah Pemerhati Kebijakan publik Edi Sutiyo yang juga Ketua Simpe Nasional memberi tanggapan,"apa yang di lakukan Kades patut di apresiasi uang tersebut di manfaatkan untuk masyarakat, akan tetapi jika merujuk kepada aturan hukum Kades dan perangkatnya merupakan penyeleggara negara yang terikat kepada aturan dan Undang- undang nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor, jika di cermati maka gratifikasi masuk salah satu poin korupsi, sebagaimana tercantum Penerimaan "jatah" atau pemberian apa pun terhadap Kepala Desa (Kades) berpotensi sangat besar untuk dikategorikan sebagai gratifikasi, terutama jika pemberian tersebut berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.
Dan kita bisa melihat bahwa definisi Gratifikasi, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik," ujar Edi.
Dari aspek Hukum, Kades termasuk dalam kategori Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri dalam konteks UU Tipikor oleh karena itu, Kades wajib melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Gratifikasi Dianggap suap, Jika pemberian tersebut tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan, gratifikasi tersebut dianggap sebagai tindak pidana suap, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara itu beberapa pengecualian untuk gratifikasi yang dianggap wajar dalam batasan tertentu dan tidak wajib dilaporkan, seperti hadiah langsung (misalnya, karangan bunga saat pernikahan), namun "jatah" yang terkait dengan proyek atau kebijakan desa hampir pasti bukan pengecualian tersebut," pungkasnya.(Red)
Editor:Arie Gusti S







.jpg)
