Sambar.Id, Opini - Ada pernyataan yang kurang mengenakkan disampaikan ketua BADKO HMI Sulteng, Alief Veraldhi terkait dengan surat edaran kementerian Agama, mengenai aturan penggunaan pengeras suara di rumah ibadah.
Kebijakan ini membuat ketua BADKO HMI mengklaim, bahwa Menteri Agama, H Yaqut Kholil Qoumas, sesat dan menyesatkan, seperti yang dimuat dalam situs berantastipikor.co.id, tanggal 10 Maret 2024.
Tentunya ini adalah pernyataan yang dibangun dengan unsur kebencian, sebab Ketua HMI ini minim informasi terkait dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022, tentang Pedoman Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla, yang kemudian menjadi acuan dikeluarkannya kembali, Surat Edaran Menteri Agama nomor 1 tahun 2024, tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1445 H.
Surat Edaran ini sesuai petunjuk dari Keputusan Ijtima' Ulama, Komisi Fatwa MUI karena mengacu pada Inturuksi Dirjen BIMAS ISLAM Tahun 1978, serta mendapatkan dukungan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, nomor 33 Tahun 2022.
Tapi bagi ketua BADKO HMI SULTENG, informasi tentang surat edaran ini, ia dengar baru sekarang, sehingga hal ini menandakan dia kurang informasi, minim literasi dan tidak membaca poin poin apa saja yang terkandung dalam surat edaran tersebut, kemudian berkoar koar di media sosial.
Karena minim informasi, Ketua Badko HMI Sulteng ini, mengklaim kalau surat edaran pengaturan pengeras suara adalah bentuk larangan pemerintah, terkait tidak bolehnya kegiatan syiar Agama Islam, khususnya di Bulan Ramadhan,
Kalau ia membaca dengan jelas, tidak ada bentuk larangan dalam surat edaran tersebut, kegiatan tadarusan, ceramah, zikir dan shalawatan boleh dilakukan. Surat edaran berisi imbauan agar beribadah dengan mengedepankan nilai toleransi, penyampaian ceramah agama dengan memuat unsur ukhuwwah islamiyah.
Isi surat edaran juga mengatur penggunaan pengeras suara, 10 menit sebelum azan dengan volume maksimal 100 dbs dengan suara luar, azan dengan suara luar, shalat dan zikir sesudah shalat, menggunakan pengeras suara dalam.
Perlu diketahui, bahwa volume 100 dbs itu sudah nyaring untuk pengeras suara luar, karena volume suara diatas 100 dbs sudah seperti konser, sehingga dengan menjunjung kemaslahatan, khususnya ditengah masyarakat yang tinggal dalam keanekaragaman, maka perlu adanya pedoman yang kemudian mengatur agar masyarakat tetap hidup rukun dalam menjalankan perintah agamanya masing masing. Berdasarkan hal itu, maka bagi kami apa yang dilakukan kementerian agama sudah tepat.
Sebenarnya, bagi kami yang mengamalkan zikir berjama'ah setelah shalat fardhu, tentunya lebih keberatan dengan aturan penggunaan speaker suara dalam, dan menguntungkan bagi yang mengamalkan zikir sendiri sendiri dan diamalkan tanpa suara, walaupun sudah menggunakan speaker dalam. Tapi demi kemaslahatan, kami dari Ansor manut dengan keputusan dan aturan pemerintah, dan bagi kami bukan hal yang harus dipersoalkan.
Oleh sebab itu, tidak ada larangan penggunaan pengeras suara, seperti yang diklaim oleh Ketua BADKO HMI. Dari sekian banyaknya lembaga dan orang yang terlibat dengan dikeluarkannya surat edaran kementerian Agama, tapi titik kebenciannya hanya ditujukan kepada satu orang, yaitu H Yaqut Kholil Qoumas.
Bahkan, ia menuduh bahwa Menteri Agama tidak memahami agama, karena mengeluarkan kebijakan kontroversial, kekurangan tata nilai spiritualitas, integritas dan empati dalam beragama, sehingga ketakutannya, Islam tinggal nama, Al-Qur'an tinggal tulisan dan Masjid tinggal bangunan.
Ketakutan yang didasarkan karena minim literasi dan informasi seperti ini, serta didasari kebencian, menjadikan Ketua BADKO HMI Sulteng, menganggap surat edaran pengaturan pengeras suara sebagai larangan syiar agama Islam di Masjid. Sungguh salah kaprah dan berbuah fitnah. Alief perlu diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai moderasi beragama, Islam yang inklusif dan Rahmatanlil alamin.
Kemudian, karena minim informasi tersebut, Ketua BADKO HMI sudah bertindak seperti Tuhan yang menjustifikasi seorang hamba, masuk dalam kategori sesat dan menyesatkan. Karena kalau dipahami, bahwa sesat telah keluar dari jalan yang lurus, dan menyesatkan adalah bentuk tindakan untuk mengajak oranglain keluar dari Islam.
Tentunya ini narasi keliru yang tidak pantas dikeluarkan oleh orang orang terpelajar, dia sendirilah yang sudah sesat dalam berpikir, karena sudah memposisikan diri dalam berujar sebagai Tuhan.
Penulis : Moh. Iqbal, S.Kom.I - Kader GP Ansor Palu.