Sambar.id, Cirebon – Sebanyak 15 demonstran yang sempat ditahan bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka akhirnya dibebaskan melalui mekanisme Restorative Justice. Sebuah kejadian yang jarang terjadi dalam sejarah hukum lokal. Pertanyaan besar pun muncul: siapa sosok di balik langkah berani yang berhasil menganulir proses hukum ini?
Jawabannya adalah Rizki Akbarianto Binas Samudra, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Cirebon Indonesia (IMCI). Di usianya yang baru 22 tahun, Rizki muncul sebagai figur muda yang berhasil menggeser pola pikir penegakan hukum dari jalur represif menuju jalan Restorative Justice. Dalam momentum ini, ia memperlihatkan peran seorang negarawan muda yang mengedepankan kebijaksanaan, moralitas, dan kepentingan rakyat di atas segalanya.
Dari Statement Media ke Surat Terbuka
Rute panjang perjuangan ini dimulai dengan statement resmi di media, yang mengguncang opini publik: bahwa penahanan mahasiswa dan masyarakat tidak bisa dipandang sebagai tindak kriminal murni, melainkan ekspresi keresahan publik.
Langkah berikutnya adalah surat terbuka kepada Kapolresta Cirebon. Surat itu bukan sekadar dokumen formal, melainkan seruan moral agar hukum hadir dengan wajah kebijaksanaan.
Konsolidasi Pemda, DPRD, dan Polresta
Tidak berhenti di situ, Rizki kemudian bergerak mengkonsolidir jajaran Pemerintah Daerah dan Sekretariat DPRD sebagai pihak pelapor kerusakan aset. Ia memastikan bahwa pelapor tidak melihat mahasiswa sebagai musuh, melainkan sebagai mitra yang perlu diberi ruang dialog.
Gerakannya semakin kokoh ketika Ketua DPRD Kabupaten Cirebon diajak terlibat, menjadikan lembaga legislatif kembali pada jati dirinya: rumah rakyat.
Di saat bersamaan, Rizki juga menggandeng jajaran Polresta Cirebon agar tidak sekadar menegakkan hukum, tetapi juga membuka jalan rekonsiliasi.
Karangan Bunga dan Deklarasi Publik
Rizki menunjukkan bahwa perjuangan bisa disampaikan dengan cara yang elegan. Ia mengirimkan karangan bunga ke depan Kantor DPRD Kabupaten Cirebon sebagai bentuk aspirasi damai. Simbol ini menggugah perhatian publik dan menandai babak baru dalam gerakan mahasiswa.
Puncaknya adalah deklarasi bersama para pihak terkait Pemda, DPRD, Polresta, dan mahasiswa untuk mengedepankan Restorative Justice sebagai solusi. Dalam momen ini pula, Bupati Cirebon sebagai pucuk pimpinan Pemkab, Ketua DPRD, dan Sekretaris DPRD hadir langsung dan menandatangani deklarasi, memberikan sinyal kuat bahwa keputusan tersebut lahir dari kesadaran kolektif dan kepemimpinan moral daerah.
Dalang di Balik Pembebasan
Dengan strategi runtut dan berlapis mulai dari statement media, surat terbuka, konsolidasi pelapor, DPRD, Polresta, hingga simbol karangan bunga dan deklarasi publik – Rizki Akbarianto Binas Samudra terbukti mampu menganulir jalannya proses hukum formal.
Padahal, 15 orang tersebut sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, sebuah status hukum yang biasanya sulit dipatahkan. Namun lewat kepemimpinan intelektual, jalur dialog, dan semangat pemulihan, mereka akhirnya dibebaskan secara terhormat melalui mekanisme Restorative Justice.
Yang membuat langkah ini semakin luar biasa adalah kenyataan bahwa Rizki tidak bertindak dengan surat kuasa pengacara layaknya pendamping hukum formal, melainkan dengan kekuatan gagasan, konsolidasi, dan pengaruh moral-politik. Tanpa prosedur advokasi konvensional, ia mampu menggerakkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan kepolisian untuk memilih jalan kebijaksanaan.
Lebih dari itu, Rizki bukanlah sosok yang lahir dari darah hukum. Ia bukan jaksa, bukan pengacara, bukan hakim. Namun ia paham benar bahwa hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat (salus populi suprema lex esto). Prinsip inilah yang ia jadikan pijakan, bahwa hukum sejatinya hadir untuk melindungi manusia, bukan sebaliknya. Dari sanalah keberanian intelektualnya menemukan legitimasi moral, hingga membebaskan 15 orang dari jerat pidana.
Putra Daerah, Negarawan Muda, Dalang Intelektual
Sebagai putra daerah Kabupaten Cirebon, Rizki Akbarianto Binas Samudra menorehkan sejarah baru. Ia tidak hanya memimpin mahasiswa, tetapi juga mampu memengaruhi eksekutif, legislatif, dan aparat keamanan untuk duduk satu meja menyelesaikan persoalan.
Di usianya yang masih 22 tahun, Rizki tampil sebagai negarawan muda sekaligus dalang intelektual di balik pembebasan 15 demonstran. Ia berhasil menggeser konflik menjadi dialog, mengubah kriminalisasi menjadi rekonsiliasi, dan menempatkan Cirebon sebagai teladan nasional penerapan Restorative Justice.