Ratusan Warga Kampung Wisata Citepus Sukabumi Geruduk Gedung Pendopo Pelabuhan Ratu, Ini yang Dituntutnya


SAMBAR.ID,
Sukabumi, JABAR - 
Ratusan orang perwakilan warga di kawasan kampung wisata Desa Citepus, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi yang tergabung dalam berbagai ormas dan OKP lakukan aksi damai di depan gedung pendopo Pelabuhan Ratu jalan Siliwangi no 10.


Kedatangan ratusan orang perwakilan warga di kawasan kampung wisata Desa Citepus dalam upaya menyampaikan aspirasinya terkait penataan yang akan dilaksanakan pemerintah di kawasan kampung wisata. Selasa (06/08/2024).


Hari Hermawan wakil kordinator aksi mengatakan, kedatangan perwakilan masyarakat kampung wisata desa Citepus sebagai upaya mencari keadilan atau memanusiakan manusia dari adanya statemen kepala DLH bahwa dalam penataan nantinya tidak ada ganti rugi.


“Nah yang tidak manusiawi itu, kalau tempat yang layak kita juga gak tahu dimana tempat tinggal yang layaknya, dimana tempat usaha yang layaknya, ini udah gerakan jilid ke III, sampai kapanpun kita akan terus melakukan aksi, jika meraka (pemerintah – red) tidak ada tindak lanjut,” ujarnya.



“Kita akan terus seperti ini, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan saya saja tapi di sana ada banyak keluarga yang punya anak cucu yang sudah 30 tahun, gak punya rumah, mau diusir begitu saja kan gak logis, gak masuk diakal dan tidak punya hati nurani,” imbuhnya.


Padahal, kata Hari masyarakat sendiri tidak menolak adanya penggusuran, namun meminta adanya ganti rugi, bahkan sempat tersiar kabar akan kerohiman yang ditawarkan pemerintah yang dilontarkan oknum dari ASN yang mengatakan ada kerohiman sekitar Rp 10 jutaan.


“Nah ini lagi ditelusuri dia jabatannya seperti apa, itu dari informan kita, tetapi kepala dinas menyatakan tidak ada yang namanya dana kerohiman, kan gini mereka tidak mengeluarkan dana kerohiman, itu yang mengeluarkan investor,” jelasnya.


“Nah investor ini, mau gak mengeluarkan dana, kalau gak mau kenapa tidak pemerintah saja yang mengeluarkan dana kerohiman, mereka kan bapak kita, sedangkan kita di sana, kalau mau tahu di sana setor parkiran puluhan juta setahun 3 kali, ke BKSDA, artinya ada kontribusi,” sambungnya.


Hari menegaskan, telah melakukan kordinasi dengan perangkat hukum yang faham terkait hal itu, dan menyatakan tidak ada yang namanya harus setor ke DLH.


“Namun mereka menempis, itu setor ke kas daerah, nah parkiran itu ketika ramai dipinggir pantai itu sampai puluhan juta, nah makanya kalau mereka ini alasan mereka retribusi atau PAD, itukan sudah ada PAD,” tegasnya.



Adapun warga, kata Hari lagi dinyatakan menempati lokasi kampung kawasan wisata desa Citepus merupakan tindakan ilegal, seharusnya dari sejak awal dilokasi tersebut dipasangi plang larangan mendirikan bangunan tegak, tidak boleh ditinggali oleh masyarakat, sementara masyarakat sendiri sudah puluhan tahun di lokasi terebut.


“Inikan semacam alibi mereka (pemerintah- red) mengatakan itu ilegal, inikan punya negara, negara kalau tidak ada rakyat tidak akan ada negara, negara ini dipimpin oleh pemerintah tapi pemerintah yang seperti apa, kalau kita ada di tanah ilegal,” jelasnya.


“Contoh secara yuridis de facto harus ada sertifikat atau AJB di tanah negara ini, tanah itu sudah lama tidak dikelola oleh negara, wajar dong kalau rakyat mengelola, sama halnya dengan tanah HGU yang konon katanya pak Jokowi memberikan sertifikat prona, kita gak minta, kita gak ingin memiliki tapi usaha kita di sana, tempat tinggal kita di sana, pemda dan investor seolah olah semena mena, saya raya kalau tidak ada investor yang sudah dikontrak oleh DLH atau BKSDA Jabar itu kemungkinan tidak terjadi,” ucapnya.


Sementara itu diungkapkan Syarif sekjen An’nahl kedatangan perwakilan masyarakat untuk menyuarakan sejumlah tuntutan yang menjadi khawatiran dari warga kampung wisata desa citepus, dimana dari informasi yang beredar bahwa akan ada penggusuran tanpa ada pergantian.


“Sebetulnya pemerintah banyak program banyak agenda untuk kabupaten sukabumi pasti tau tentang tatak lola keuangan mulai dari dinas pendidikan, perkim pertanian,” timpalnya.


Dan DLH ini sendiri juga bermasalah artinya hari ini, kami mensuport warga menyuarakan tuntutan, hari ini kita sudah sampaikan ke sekian kalinya,” imbuhnya.


Dijelaskan Syarif bahwa sejauh ini sebetulnya warga kampung wisata tidak menghambat ataupun tidak menghalang halangi program dari pemerintah, namun hari ini yang disuarakan masyarakat merasa tidak ada penerangan ataupun sosialisasi dari pemerintah sendiri.


“Coba kalau ada sosialisasi kepada warganya. Jadi jangan mentang mentang pejabat ngeluarin A ngeluarin B ngeluarin C ini tidak bagus, kami hari ini menyatakan bersama akan menjadi garda terdepan dari masyarakat. Kekhawatiran warga, yah di gusur tanpa ada kesan apapun itu,” katanya.


Di Lokasi yang sama, Ahmad Samsul Bahri staf ahli bidang pemerintahan hukum dan politik pada sekretariat daerah kabupaten Sukabumi menyatakan, untuk pemda Sukabumi juga berharap dalam pembangunan apapun meminimalisir dampak dampak yang negatif, termasuk dalam hal ini ketika ada pihak ketiga yang ingin mengembangkan wisata, ataupun mengembangkan usaha di wilayah pemerintah wellcome.


“Kabupaten Sukabumi welcome, tapi tetap kita juga harus memperhatikan apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarakat terhadap keberadaan pembangunan ataupun kegiatan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah terutama yang mereka tempati saat ini,” ujar Samsul Bahri.


“Sepengetahuan saya bahwa di lokasi kampung wisata desa Citepus akan ada kegiatan agro forresti semacam wisata hutan yang tetap ada unsur pedagang atau masyarakat yang masih tetap diberikan untuk berusaha di lokasi tersebut,” tandasnya. 


(Red)

Lebih baru Lebih lama