Ibu Bhayangkari Gugat UU Polri di MK!, Istri Polisi Buka Borok Penegakan Hukum di Polda Sulsel?

Ernawati, anggota Bhayangkari bersama Kuasa Hukumnya (doc.foto)
Sambar.id, Nasional – Dua kasus yang saling berkaitan mengungkap krisis kepercayaan terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia. 


Di Jakarta, Ernawati, anggota Bhayangkari yang dikenal melalui tagar viral #percumalaporpolisi, menantang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) di Mahkamah Konstitusi (MK).  


Sementara itu, di Takalar, Sulawesi Selatan, penahanan SW, istri seorang polisi, atas tuduhan penipuan dan penggelapan,  menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan dan integritas penegakan hukum.  


Kedua kasus ini menyoroti betapa rapuhnya akses keadilan bagi masyarakat biasa, bahkan bagi mereka yang terhubung dengan aparat penegak hukum itu sendiri.

 

Celah Hukum yang Membuka Jalan Kesewenang-wenangan?

Sidang perdana gugatan UU Polri pada Kamis (22/5/2025)  membuka tabir pasal-pasal yang dinilai ambigu dan berpotensi disalahgunakan. 


Kuasa hukum Ernawati, Syamsul Jahidin, mempertanyakan Pasal 16 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf c.  Frasa "mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab" (Pasal 16 ayat (1) huruf l) dianggap terlalu luas dan menimbulkan kekhawatiran akan kesewenang-wenangan aparat.  

Baca Juga: Diduga BAP Cacat Prosedur, Ada Apa Kejari Takalar Tahan Ibu Bhayangkari PH Rentenir: Selevelkan Dulu Ilmu Ta?

Begitu pula frasa "harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya" (Pasal 16 ayat (2) huruf c) dinilai subjektif dan membuka peluang penafsiran sepihak.  


Syamsul  menekankan perlunya kontrol objektif untuk mencegah legitimasi tindakan otoriter.


Gugatan ini juga terkait dengan perkara terpisah No. 78/PUU-XXIII/2025, yang menuntut kejelasan atas kematian saudara Ernawati. Majelis hakim meminta penguatan argumentasi sebelum sidang lanjutan pada 4 Juni 2025.  

Baca Juga: Efek Penyidik Kasus Polisi Lapor Polisi "Amnensia" Mandek 20 Bulan di Mapolres Takalar

Hakim Enny Nurbaningsih meminta penguatan argumentasi, sementara Hakim Anwar Usman menilai sebagian substansi lebih tepat diajukan ke PTUN.


Bukti yang Dipertanyakan dan Tuduhan Kriminalisasi

Kuitansi Yang Telah dilaporkan oleh SW sejak tahun 2023 hingga saat ini belum ada kejelasan
Di tengah gugatan UU Polri, kasus seorang Ibu Bhayangkari berinisial SW di Takalar, Sulawesi Selatan, memperlihatkan dugaan celah dalam proses penegakan hukum. 


SW ditangkap dan ditahan atas tuduhan penipuan dan penggelapan, namun keluarga membantah keras semua tuduhan.  Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang mengatur alat bukti sah,  semakin menguatkan dugaan ini.  

Baca juga: Ibu Bhayangkari Asal Takalar Ditangkap dan Ditahan Semoga Tidak Berdasarkan Pesanan?

Mereka mempertanyakan keabsahan barang bukti berupa kwitansi senilai Rp 40.000.000 dan mempertanyakan proses hukum yang terkesan dipaksakan.  


SW mengaku tidak pernah menjaminkan mobil dan menerima uang tersebut, serta menyatakan ketidaksesuaian Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan keterangan saksi dan hilangnya bukti digital.

 

Permasalahan diperparah oleh perbedaan perlakuan antara laporan SW dan laporan lawannya, berinisial HH, yang keduanya saling melapor di Polda Sulsel. 

Baca Juga: Merasa Tidak Mendapatkan Rasa Keadilan, Ibu Bhayangkari Asal Takalar Kirim Surat Kejagung RI dan KKRI

Laporan HH diproses hingga tahap tersangka dan penahanan, sementara laporan SW dilimpahkan berulang kali antar instansi kepolisian, dari Polda Sulsel hingga Polsek Galesong Selatan, tanpa adanya kejelasan hukum.  Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya diskriminasi dan kriminalisasi.

 

Tanggapan Pihak Berwenang dan Permohonan Perlindungan Hukum.


Ibu Bhayangkari sedang menjalani perawatan di rumah sakit
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menginstruksikan jajarannya untuk segera menuntaskan laporan masyarakat.  


Namun, kasus SW yang telah dilaporkan sejak Maret 2023 menunjukkan lambannya proses hukum dan kurangnya responsif dari pihak kepolisian. 


SW bahkan telah mengirim surat kepada Presiden RI dan Kompolnas RI, memohon perlindungan hukum dan keadilan.  


Kompolnas RI telah merespon dan menyampaikan surat permohonan klarifikasi kepada Kapolda Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Laporan Ibu Bhayangkari Mandek 2 Tahun Kompolnas RI Klarifikasi ke Kapolda Sulsel

Kasus SW juga turut diulas oleh  Kasat Reskrim Polres Takalar, AKP Hatta, yang meminta kesabaran, menekankan proses hukum sedang berjalan, dan menjanjikan transparansi  melalui SP2HP.  Namun, hingga saat ini, hasil uji laboratorium forensik (Labfor) atas bukti yang dipertanyakan belum keluar.


Sementara hal diungkapkan oleh SW, bahwa Kesaksian terlapor HH (diduga rentenir) di Pengadilan Negeri Takalar yang mengaku memiliki "orang dalam" di Polda Sulsel dan telah mengetahui hasil labfor sebelum pelapor sangat mengkhawatirkan.  Kamis (22/05/2025)


Pernyataan ini menunjukkan potensi interferensi atau kecurangan dalam proses penyidikan.  Hal ini menimbulkan keraguan atas objektivitas dan integritas proses hukum yang berjalan.

 

Ketidakjelasan proses penyidikan menimbulkan pertanyaan mendasar tentang peran dan tanggung jawab penyidik di Polda Sulsel dan Polres Takalar.  


Apakah mereka telah bekerja secara profesional dan transparan?  Apakah mereka telah melakukan upaya maksimal untuk mengungkap kebenaran?

 

Kasus Lain yang Menunjukkan Pola yang Sama

Polisi Jemput ibu Bhayangkari di UGD RS Bhayangkara (doc. Selasa 31/08/2023)
Selain kasus SW, terdapat dua laporan polisi lainnya di Polres Takalar yang menunjukan pola yang sama yaitu mandeknya proses hukum dan dugaan “kebal hukum” dari terlapor berinisial HL.  


Laporan Aipda AM terkait pemalsuan dokumen (Mei 2023) dan laporan keluarga calon siswa Polri terkait penipuan dan pemalsuan dokumen (September 2024)  menunggu kepastian hukum.  

Baca Juga: Istri Polisi Ditangkap di RS Bhayangkara!,  Saksi Bisu Mobil Bawaslu di RSUD Daya?

Propam Polda Sulsel telah turun tangan untuk menyelidiki  tiga kasus ini, yang menimbulkan kecurigaan adanya kongkalikong antara aparat penegakan hukum dengan pelaku.  


Kasat Reskrim Polres Takalar dan Kasi Propam Polres Takalar telah dikonfirmasi terkait perkembangan kasus-kasus tersebut.

 

Kasus-kasus di atas  mengungkap perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penegakan hukum di Sulawesi Selatan, khususnya terkait transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan perlakuan hukum.  


Ambiguitas hukum, lambatnya proses penyelesaian kasus, dan dugaan kriminalisasi  harus segera diatasi untuk memastikan keadilan dan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.  


Pernyataan Jaksa Agung RI Sanitaniar Burhanuddin bahwa "Keadilan itu ada di nurani"  menjadi pengingat penting bagi seluruh aparat penegak hukum untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran. (*/ril)

Lebih baru Lebih lama